NASIONAL

Enam Laskar Dibantai, Fadli Zon Lebih Percaya Narasi FPI Dibanding Aparat

Jakarta (SI Online) – Adanya media sosial saat ini dapat memberikan perspektif yang berbeda atas suatu peristiwa. Akses masyarakat terhadap berbagai platform media sosial, menjadikan mereka dapat menerima informasi berbeda dari yang disampaikan aparat keamanan.

“Sekarang tidak bisa narasi pihak kemanan tentang tembak menembak jadi narasi tunggal. Begitu di-challenge FPI, bahwa ini sesungguhnya kejadiannya, di situ sudah ada dua narasi besar,” ungkap Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon, dalam Webinar “Penembakan Laskar FPI dalam Tinjauan Perspektif Hukum dan Demokrasi” yang digelar Center of Study for Indonesian Leadership (CSIL), Selasa, 8 Desember 2020.

Fadli sendiri mengakui dirinya lebih mempercayai narasi yang disampaikan Front Pembela Islam (FPI), baik melalui Sekum FPI Munarman maupun pernyataan sikap dan kronologi yang disampaikan secara tertulis.

Baca juga: Kronologi Penembakan Rombongan HRS Menurut FPI

“Saya lebih percaya pada narasi yang disampaikan FPI dan Saudara Munarman maupun dari kronologi dalam rilis karena itu jauh lebih masuk akal,” ungkap Fadli.

Sedangkan narasi yang dibangun aparat kepolisian, menurut Waketum Partai Gerindra itu sangat mudah untuk dibantah, apalagi disebutkan Laskar FPI menggunakan pistol, senjata tajam, dan lain-lain.

“Itu adalah cara klasik intelijen di masa lalu. Seperti halnya (kasus) narkoba, oknum melempar narkoba pada orang untuk dituduh sebagai (pengguna) narkoba,” lanjutnya.

Baca juga: Penembakan terhadap Enam Laskar FPI Pelanggaran HAM Berat

Fadli mengingatkan, narasi itu akan gagal dan tidak dipercaya masyarakat. Jika hal itu terjadi malah akan menimbulkan “public distrust” yang makin luas di masyarakat.

Bahkan akan memunculkan penilaian bila tindakan masyarakat kepada enam Laskar FPI merupakan bentuk “extra judicial killing”, tindakan pembunuhan dan pembantaian.

“Dan sudah sudah diakui bahwa yang melakukan itu aparat kepolisian,” tambah Fadli.

Public distrust itu, lanjut Fadli, kemudian akan menciptakan “social movement” (gerakan sosial), yang merupakan manifestasi dari ketidakpercayaan publik kepada aparat. Kecuali ada penegakan hukum terhadap aparat yang terlibat dalam pembunuhan tersebut.

“Kalau tidak ada, ini akan sangat rawan sekali, masyarakat akan tanya dimana keadilan,” kata Fadli.

red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button