Framing Intoleransi Berkedok Data Survei
Sungguh semakin tampak toleransi yang berdiri di atas konstruksi sekularisme sejatinya toleransi yang intoleransi. Narasi toleransi sekularisme juga tanpa sadar telah menjauhkan identitas kaum Muslimin. Melunturkan kebanggaan kaum Muslimin terhadap ajaran Islam yang mulia. Mereduksi ajaran Islam, serta memaksakan gaya hidup ala Barat di tengah umat Islam.
Toleransi dalam Islam
Toleransi dalam Islam tentu berbeda dengan sekularisme. Islam meletakkan toleransi secara proposional berdasarkan hukum syara. Bahkan toleransi Islam dalam menerima orang yang berbeda keyakinan telah mencapai tingkatan yang paling tinggi. Karena Islam menjamin dan menghormati setiap pemeluk agama dalam menjalankan ajaran agamanya. Islam juga tidak mengharamkan dan melarang apa yang menjadi ajaran agama lain. Kalau pun misal terjadi pengharaman, semata-mata untuk menjaga aqidah dan syariat Islam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surat Al-Kafirun ayat 6 : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”
Sementara di satu sisi Islam mewajibkan umatnya untuk meyakini hanya Islam saja yang benar. Tidak ada istilah bahwa semua agama benar/pluralisme. Memang benar Islam mengakui adanya pluralitas. Sebab pluralitas adalah sebuah keniscayaan di tengah masyarakat. Tapi Islam tidak pernah akan mengakui pluralisme. Adalah sebuah kemungkaran mencampuradukkan haq dan bathil. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (TQS Al-Baqarah [2]: 42).
Islam juga secara tegas melarang, jangan sampai toleransi menjadi alasan untuk menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah. Juga tidak boleh atas nama toleransi, menjadi stigmatisasi dan kriminalisasi terhadap ajaran Islam dan pengemban dakwah. Sebagaimana yang marak terjadi di tengah masyarakat hari ini.
Toleransi dalam Islam telah berhasil dipratikkan secara gemilang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam dan para Khalifah sesudahnya. Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, ketika wilayah Daulah Islam meluas hingga ke jazirah Arab. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memberikan perlindungan dan jaminan kepada ahlu dzimmah yaitu penduduk non Muslim yang memiliki perjanjian damai dengan Daulah Islam dengan membayar jizyah.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memberikan jaminan perlindungan atas jiwa, agama dan harta kepada penduduk Aylah, Jarba’, Adzrah, Maqna yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Jaminan perlindungan yang sama juga diberikan kepada penduduk Khaibar, Fadak dan Lembah Qurra yang mayoritas beragama Yahudi (Kaum Minoritas dan Politik Negara Islam, Dr. Kamal Sa’id Habib, Putaka Thariqul Izzah, 2007)
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam wafat, jaminan perlindungan terhadap mereka dilanjutkan oleh para Khalifah. Kekuasaan Islam pun semakin meluas hingga mencakup hampir dua per tiga dunia. Namun, hal ini tidak mendorong para Khalifah melakukan sikap intoleran terhadap orang-orang non Islam. Sebaliknya fakta menunjukkan, penerapan syariat Islam secara kaffah saat itu berhasil menciptakan keadilan, kesetaraan dan rasa aman bagi seluruh warganya, baik Muslim maupun non Muslim.