Fufufafa Berakhir Ufufafaf
Fufufafa sebagai nama akun itu unik dan bernas. Tetapi, sebenarnya itu semata wayang hanyalah soal Indonesia terjerat otak akal pikiran tak berkewarasan.
Hanya mengumbar kemarahan dari kawah menggelegak kebencian hati pribadi seorang Gibran kepada publik yang sesungguhnya harus sudah tahu dan mengerti apa yang akan ditanggung sebagai risikonya.
Malah, kok beraliansi dengan segala kekejumawaan dan kesombongan yang melekat sampai me-legacy demi membela kepada kekuasaan otoritarianisme Bapaknya.
Itulah bentuk toh dan tao hitam tanda terkandung dari seorang berkecenderungan adiktif.
Ketika ketahuan itu akun siapa, di dalam gorong-gorong gelap persembunyiannya Gibran Rakabuming Raka seperti tercekak, tergelagap susah bernapas, dan lidah pun kaku terasa kelu.
Maka, sekarang Gibran hanya bisa berujar narasi ufufafaf. Tak ada makna, tak ada arti. Seperti orang gagu dan gagap, seperti subyek cacat seorang penderita bisu dan tunawicara.
Semua narasinya dulu di situs Kaskus dan sekarang akan menjabat seorang Wapres—tak sepantasnyalah disematkan di pundaknya berkalang kepatutan, kepanutan dan kepatuhan dikarenakan jabatan Wapres hasil cangkokan Bapaknya pun secara hukum negara konstitusional sebagai anak haram —sudah tidak akan bisa berkelas sekelas pimpinan kenegaraan: tetapi hanya sejelas seperti seorang idiot pun masih
berkurang dari level kebodohannya.
Apalagi dikuliti dari sisi kejujuran dan kebenarannya. Terbuktikan, Gibran telah tak mengakui akun itu miliknya dan itu berbohong-berbohong lagi.
Itulah anak kandung dari orang berkuasa bodoh, tidak naik kelas intelektualitas, sesungguhnya selalu tersungkur dan terpojok ke dalam sifat dan perilaku adiktif tadi.
Seperti tak ada pengakuannya juga perihal ijazahnya palsu atau tidak. Dibiarkan ke publik menggantung dan digantung. Indonesia pun dibiarkan dengan kegaduhan tiada henti saat dunia pendidikan tengah dipertaruhkan sebagai wasilah dan legacy nya demi mengejar peningkatan kualitas SDM Indonesia yang mayoritasnya masih ber-IQ 78.
Like Son Like Father, suka mengumbar kebohongan-kebohongan lagi. Apalagi itu kebohongan terhadap publik bernas dan bertunas kepada masalah pidana dan kejahatan publik?
Yang jelas, legal standing setelah 20 Oktober 2024 itu bakalan ngantri di pengadilan-pengadilan negeri yang panjang antriannya takkan kalah dengan rakyat miskin dan kecil ketika berebut ngantri sembako?