NUIM HIDAYAT

H. Agus Salim: Diplomat Indonesia Terbaik

Nama kecil Agus Salim adalah Masyudul Haq (pembela kebenaran). Ayahnya yang alim, Angku Sutan Muhammad Salim, memberi nama itu mungkin agar suatu hari kelak anak menjadi pembela kebenaran Islam.

Pengasuh Masyudul kecil yang berasal dari Jawa, sering memanggilnya dengan ‘Den Bagus’, hingga akhirnya keluarga itu mengubah namanya menjadi Agus Salim.

Agus Salim lahir di Kota Gadang, Bukittinggi, Minangkabau pada 8 Oktober 1884. Ia termasuk anak bumiputera yang bisa menikmati pendidikan Belanda. Ibunya bernama Siti Zainab.

Ayahnya adalah jaksa tinggi di Riau, sedangkan kakeknya dari pihak ayah, Abdur Rahman Datuk Rangkayo Basa adalah jaksa tinggi di Padang. Sedangkan ayah dari kakeknya, Tuanku Imam Syekh Abdullah bin Aziz adalah ulama panutan di Padang. Dari pihak ayahnya pula, Agus Salim ada hubungan darah juga dengan Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi. Ibu dan ayah Agus Salim sendiri masih berkerabat.

Sejak kecil telah nampak kecerdasan Agus Salim. Selepas dari pendidikan Islam di kampung, Salim menempuh pendidikan formal yang bergengsi, yaitu sekolah Belanda Europeese Lageree School (ELS). Salim diterima di sekolah itu, selain karena kecerdasannya juga karena jabatan ayahnya sebagai jaksa.

Setelah menamatkan belajar di ELS, Salim pergi ke Batavia untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah, Hogere Burger School (HBS). Karena kecerdasannya, guru-guru Belanda itu memuji dan memperlakukannya sebagai murid khusus. Salim berhasil lulus dengan nilai terbaik untuk seluruh HBS Hindia Belanda yang ada di Batavia, Bandung dan Surabaya pada 1903. Namanya terkenal di kalangan terpelajar Belanda.

H. Agus Salim bersama Ir. Soekarno.

Nama Agus Salim terkenal, hingga sampai ke telinga Raden Ajeng Kartini. Pada 1903 Kartini berkeinginan agar Salim disekolahkan ke Belanda dengan mengambil jurusan kedokteran. Kartini berniat mengalihkan beasiswa sebesar 4800 gulden untuk Salim, dalam korespondensinya dengan Nyonya Abendanon. Tapi akhirnya Salim tidak jadi pergi ke Belanda.

Dalam suratnya kepada Nyonya JH Abendanon, 24 Juli 1903, Kartini menulis tentang Agus Salim yang baru saja lulus dari HBS (Hogere Burger School), Sekolah Menengah Masa Kolonial:

“Kami tertarik sekali kepada anak muda ini, kami ingin melihat dia dikaruniai bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia orang Sumatra asal Riau, yang dalam tahun ini mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS!

Anak muda itu ingin sekali pergi ke negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali keadaan keuangannya tidak memungkinkan. Gaji ayahnya cuma f 150 sebulan. Jika dikehendaki, rasanya mau dia bekerja sebagai kelasi kapal, asal saja boleh ia berlayar ke negeri Belanda.

“…Alangkah indahnya andai pemerintah bersedia membiayai seluruh pendidikannya yang berjumlah kira-kira 8000 gulden. Bila tidak mungkin, kami akan berterima kasih, seandainya Salim dapat menerima jumlah 4800 gulden yang disediakan untuk kami itu. Untuk sisa kurangnya kami dapat meminta bantuan orang lain.

1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button