Hasan al-Banna, Lelaki yang Patut Diteladani
Hasan al Bana masuk dalam peperangan ide-ide itu. Ia menolak keras agama dipisahkan dengan politik atau negara. Sang Imam berkata,”Jika kalian ditanya, kemana kalian menyeru? Katakanlah,”Kami menyeru kepada Islam yang didatangkan oleh Rasulullah Muhammad saw. Dan pemerintahan adalah bagian darinya. Serta kebebasan adalah diantara kewajibannya. Jika dikatakan kepada kalian,”Ini adalah politik.” Katakanlah,”Ini adalah Islam. Kami tak mengenal pembagian seperti itu.”
Hasan al Bana menjawab kepada orang yang mengatakan,”Sesungguhnya Al Ikhwan Al Muslimun adalah organisasi politik dan seruan yang mereka kumandangkan adalah kampanye politik.” Al Bana menjawab,”Wahai kaum kami, sesungguhnya kami menyeru kalian kepada al Quran yang ada di tangan kanan kita dan sunnah di tangan kiri kita. Kami menyeru pada perilaku salaf shalih dari generasi umat yang menjadi teladan kami. Kami menyeru kalian pada Islam dan nilai-nilai Islam serta hukum Islam. Jika ini kalian anggap sebagai politik, maka itulah politik kami. Jika yang diserukan untuk kalian adalah kepada prinsip itu disebut politik, maka kamilah orang yang –alhamdulillah- paling politik. JIka kalian namakan itu adalah politik, maka katakanlah apa yang kalian kehendaki. Label dan sebutan itu takkan membahayakan kami, jika label itu sudah telihat jelas dan terungkap tujuannya.”
Partai-partai nasionalis sekuler setali tiga uang dengan agenda Barat, yaitu menjauhkan Islam dari politik. Mereka menginginkan Islam seperti agama-agama lain, yaitu menjadikan agama hanya di tempat-tempat ibadah saja. Sedangkan urusan kehidupan di bidang politik, ekonomi, budaya, keamanan dan lain-lain dipisahkan dari Islam.
Barat trauma. Mereka pernah mengalami masa ketika gereja dan negara bersatu, terjadi kezaliman yang luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan dipenjara dan sebagian dihukum mati, pajak yang tinggi dikenakan kepada rakyat dan seterusnya. Dengan pengalaman sejarah di Eropa seperti ini, maka mereka kemudian memisahkan agama dengan negara.
Mereka memandang semua agama sama. Itulah tragedi Barat. Islam berbeda dengan agama-agama lain. Bila kitab suci agama lain sudah banyak campur tangan manusia, kitab suci Islam (Al-Qur’an) masih otentik. Tidak berubah dari Nabi Muhammad saw sampai kini satu kata pun. Al-Qur’an dijaga umat Islam dengan tulisan dan hafalan. Hanya kitab suci al Quran yang dapat dihafal ribuan atau jutaan orang. Allah SWT menyatakan,”Kami yang menurunkan adz Dzikr (Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami yang menjaganya.” (al Hijr 9)
Para nasionalis sekuler itu terpukau dengan kemajuan Barat dalam ilmu dan teknologi, sehingga semua yang dari Barat mereka contek. Ilmu-ilmu dari Barat baik sains alam maupun sains sosial mereka adopsi dan terapkan di dunia Islam. Sehingga meski mereka masih menyandang Islam, tapi Islam tinggal di masjid-masjid belaka. Mereka memisahkan aqidah ruhiyah (Akidah yang berkaitan dengan ibadah khusus) dan akidah siyasiyah (Akidah yang berkenaan dengan politik. Politik ekonomi, politik budaya, politik sosial, politik keamanan dan lain-lain).
Inilah yang menyebabkan kemunduran dunia Islam. Dimana para pemimpinnya –dalam berbagai level- meninggalkan al Qur’an dan mengambil pemikiran Barat dalam kehidupannya. Sehingga timbul split personality, kepribadian yang terbelah, kepribadian yang kacau.
Mereka mengambil mawar dan duri dari Barat sekaligus. Sehingga tangan mereka ‘berdarah-darah’. Seharusnya mereka mengambil mawarnya saja untuk ‘perhiasan kehidupan’. Mengambil yang baik yang tidak bertentangan dengan Al- Qur’an.
Karena Al-Qur’an adalah solusi kehidupan bagi seorang Muslim. Imam Hasan al Bana dalam sebuah ceramahnya mengatakan,”Seseorang layak heran terhadap sikap kebanyakan manusia terhadap kitab Allah SWT, Al- Qur’anul Karim. Ikhwan sekalian, sebagaimana saya katakana sebelumnya, sikap kebanyakan manusia di masa-masa sekarang ini terhadap kitab Allah ibarat sekelompok manusia yang diliputi kegelapan dari segala penjuru. Mereka kebingungan, berjalan tanpa petunjuk apapun. Kadang-kadang mereka jatuh ke jurang, kadang-kadang membentur batu dan kadang-kadang saling bertabrakan. Keadaan mereka terus demikian, tersesat membabi buta dan berjalan dalam kegelapan yang pekat. Padahal di hadapan mereka ada sebuah ‘tombol elektrik’ yang andaikata mereka tekan dengan jari , maka gerakan sedikit itu dapat menyalakan sebuah lampu yang terang benderang. Itulah saudara-saudaraku, perumpamaan umat manusia sekarang dan sikap mereka terhadap kitab Allah.
Al-Qur’an menyatakan,”Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS asy Syura 52)
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al- Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS al A’raf 157).
Bacalah Al-Qur’an dengan maknanya atau tafsirnya maka kita akan mendapatkan cahaya. Mendapatkan sinar sehingga kita bisa mengatasi masalah kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat, negara dan dunia. Wallahu alimun hakim. Wallahu azizun hakim.
Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Umat Islam Meraih Kemuliaan. “