NUIM HIDAYAT

‘Hikmah’ dari PDI Perjuangan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpin Megawati hingga kini menjadi partai terbesar di Indonesia. Partai ini mampu mengantarkan Jokowi menjadi presiden dua periode. Tahun 2001, PDIP juga menjadikan Megawati sebagai presiden mengganti Gus Dur. Kenapa partai ini kini mampu terus bertahan sebagai partai besar?

Meski PDIP dikenal sebagai juara korupsi, tapi elektabilitasnya di kalangan pemlih tetap tinggi. Akhir 2020, ada tiga kader banteng yang dicokok KPK.

Pertama, Wali Kota Cimahi, Ajay Priatna. Ajay ditangkap KPK 27 November 2020. Dia diduga meminta komitmen fee sebesar Rp3,2 miliar terkait izin pengembangan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda Cimahi. Ketua DPC PDIP Kota Cimahi ini juga diduga sudah menerima duit sebanyak lima kali dengan total Rp1,661 miliar. Kedua, Bupati Banggai Laut, Wenny Bukamo. Ketua DPC PDIP Banggai Laut ini diduga menerima suap Rp2 miliar dari proyek pembuatan jalan.  Ketiga, Wakil Bendahara Umum PDIP yang juga Menteri Sosial Juliari P Batubara. Juliari ditangkap KPK karena diduga kuat korupsi dana bansos Covid-19.  Jumlah uang yang ditilepnya sangat besar, mencapai Rp17 miliar.

Selanjutnya adalah Nurdin Abdullah, jagoan PDIP di Pilkada Sulsel. Nurdin terpilih sebagai Gubernur Sulsel pada Pilkada 2018 berkat dukungan PDIP, PKS, dan PAN. Terheboh adalah kasus suap yang melibatkan Harun Masiku. Eks caleg PDIP ini sampai sekarang masih buron.

Berbagai lembaga survei menempatkan PDIP sebagai partai terbesar untuk pemilu 2024 nanti. PDIP memang telah berpengalaman menjadi partai nomor satu sejak 1999, 2014 dan 2019.

Apa rahasianya sehingga partai banteng ini terus juara? Gotong royong, kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Menurutnya PDIP tidak pernah bekerja dengan individualisme.

Selain itu, PDIP juga rajin turun ke masyarakat. Kader-kadernya rajin memberi bantuan ke masyarakat, terutama bila menjelang pemilu. Meski pengurus pusatnya banyak yang non Muslim, tapi di daerah-daerah mereka merekrut kaum Muslim. Bahkan kadang perempuan berjilbab menjadi ikon kampanyenya.

Seperti diketahui, PDIP berasal dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang didirikan pada 10 Januari 1973. Ia  merupakan fusi dari beberapa partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik.

Maka tidak heran, jabatan Sekretaris Jenderal PDIP yang strategis, sering dipegang tokoh non Muslim. Jabatan ini strategis, karena dialah yang memasok tiap hari informasi ke Ketua Umum. Ia yang secara riil menjalankan organisasi dan Ketua Umum sangat bergantung padanya. Maka jangan heran, dalam sejarahnya PDIP seringkali beseberangan dengan aspirasi umat Islam Indonesia. Mulai dari RUU Peradilan Agama, RUU Perkawinan, RUU Sistem Pendidikan Nasional, RUU Anti Pornografi dan Pornokasi,  dan lain-lain.

‘Hikmah’ dari PDIP

Ada satu pertanyaan yang sering mengemuka di masyarakat, mengapa PDIP bisa bersatu dan menjadi partai besar? Salah satunya adalah karena PDIP pintar mengelola perbedaan di kalangan anggotanya. PDIP –tidak seperti partai lain- membiarkan para anggotanya berbeda pendapat, dalam banyak masalah. Maka jangan heran, saat ini ada anggota PDIP yang menyerang Jokowi, ada anggota PDIP yang ingin jadi presiden 2024 dan lain-lain.

Megawati misalnya membiarkan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani adu kuat dalam promosi untuk capres 2024. Hal seperti ini tentu sulit terjadi pada partai lain. Salah satu kelemahan partai-partai Islam adalah kurangnya menolelir perbedaan pendapat di antara anggotanya.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button