Hukum Kaum Ingkar Sunnah
Al-Qur’anul Karim mencap tidak beriman terhadap mereka yang tidak bersedia taat kepada Rasul di masa kehidupannya dan menaati sunnahnya setelah beliau wafat.
Allah SWT berfirman, “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ [4]: 65)
Berarti, barang siapa mengingkari sunnah sebagai sumber hukum, dianggap sebagai orang kafir atau murtad sebagaimana ditegaskan oleh ayat diatas.
Imam Ibnu Taimiyah berkata; “Seorang dapat dianggap kafir apabila ia menolak salah satu hukum Rasul Saw yang sudah tidak diragukan lagi sanadnya.”
Khalifah kedua (Umar bin Khattab, pen) sudah pernah membunuh seorang laki-laki yang yang menolak hukum Rasul. (lihat As-Sharim Al-Maslul hal. 39 dan Ahkamul Murtad fi Syariah Al Islamiyah, hal 124)
Imam Ibnu Hazm mengatakan, “Seandainya seorang berkata; kami tidak mengikuti kecuali yang terdapat dalam Al-Qur’an, menurut kesepakatan umat ia adalah kafir, yang berarti hanya wajib shalat sekali yaitu pada waktu terbenam matahari sampai malam, dan sekali lagi pada pagi hari. Sebab yang demikian sudah termasuk shalat dalam batas minimal sedang batas maksimal tidak ada ketentuannya.”
Orang yang beranggap demikian, adalah kafir, musyrik (menyekutukan Allah), halal dibunuh dan dirampas hartanya. Pendapat demikian adalah orang-orang ekstrem Rafidhah, yang menuntut kesepakatan umat mereka dinyatakan keluar dari Islam (lihat Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam, juz 2, hal. 80)
Imam Al-Jashash dalam kitabnya, Ahkamul Qur’an, mengatakan, ”Barang siapa menolak sebagian perintah dari Allah SWT, atau perintah Rasulullah Saw, maka ia keluar dari golongan Islam, penolakan itu karena ragu-ragu, atau sekadar penolakan.”
Imam Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul Azim mengatakan, ”Barang siapa tidak tunduk pada hukum al-Kitab dan Sunnah dalam memutuskan perselisihan, dan tidak kembali kepada keduanya, berarti ia bukan orang mukmin kepada Allah dan tidak pula percaya kepada hari kiamat.”
Wallahu a’lam bissawab.