IBADAH

Hukum Meluruskan Shaf dalam Shalat

Para Fuqaha (Ulama Fiqh) berbeda pendapat tentang hukum meluruskan shaf (taswiyah shufuuf) dalam shalat. Wajibkah atau sunnah?.

Bagi pendapat yang mewajibkan, maka shalat menjadi tidak sah jika shaf tidak diluruskan. Sebaliknya bagi pendapat yang tidak mewajibkan, shalatnya sah sekalipun shafnya renggang dan tidak lurus.

Perbedaan pendapat itu terjadi karena mereka berbeda dalam menafsirkan makna hadits-hadits Rasulullah saw, tentang perintah meluruskan shaf, diantaranya :

Hadits pertama, Rasulullah bersabda :

  1. لتسون صفوفكم او ليخالفن الله بين وجوهكم .

Sungguh, apakah kalian benar-benar mau meluruskan shafmu ataukah Allah akan merubah wajah kalian? (HR.Bukhari No.717).

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari jld.2 hal.242-246 menjelaskan :

  1. Taswiyah shufuuf yakni perintah meluruskan shaf dalam shalat agar shafnya rapi dan lurus. Merapatkan barisan dengan tidak membiarkan shaf dalam keadaan renggang dan celah. Lengan bahu kiri kanan merapat dengan lengan bahu saudara yang berdiri disamping begitu pula telapak kakinya menempel dengan telapak kaki saudara disamping.
  2. Apa maksud hadits bahwa “Allah akan merubah wajah kalian.”
    Jika difahami bahwa makna hadits ini adalah makna hakiki (makna sebenarnya) dan bukan makna majazi (makna kiasan) maka merubah wajah dapat diartikan dengan merubah ciptaanNya, yakni membalikkan wajah dari posisi depan ke belakang (tengkuk) atau ke posisi lain. Dengan demikian sangsi terhadap orang yang tidak mau meluruskan shaf sangat keras. Sehingga diambil kesimpulan bahwa petintah meluruskan shaf hukumnya wajib.
  3. Namun jika difahami makna merubah wajah sebagai kata kiasan (makna majazi), maka meluruskan shaf hukumnya sunnah.
    Sebagaimana kata Imam Nawawi: merubah wajah dalam hadits ini adalah, bahwa Allah akan membuat kalian saling bermusuhan, berselisih, saling sengketa dan tidak satu hati disebabkan kalian tidak mau meluruskan shaf dalam shalat. Ungkapan merubah wajah adalah kata kiasan, sama halnya dengan orang yang mengatakan: “ketika datang si fulan, semua wajah tiba-tiba berubah” artinya mereka tidak senang melihat kedatangannya”

Hadits kedua : Rasulullah bersabda :

اقيموا الصف في الصلاة فإن اقامة الصف من حسن الصلاة.

Luruskanlah shafmu dalam shalat karena meluruskan shaf adalah bahagian dari indahnya shalat. (HR.Bukhari No.722)

Dalam riwayat lain berbunyi :

سووا صفوفكم فإن تسوية الصفوف من إقامة الصلاة.

Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf adalah bahagian dari penegakkan shalat. (HR.Bukhari No.723).

Dalam riwayat lain dengan redaksi :

سووا صفوفكم فان تسوية الصفوف من تمام الصلاة.

Luruskanlah shaf kalian, karena meluruskan shaf adalah bahagian dari kesempurnaan shalat.

Ibnu Hazm berpendapat bahwa taswiyah shufuuf hukumnya wajib, karena meluruskan shaf merupakan bahagian dari iqamatush- shalat, yang hukumnya adalah wajib.

Ibnu Baththol berpendapat bahwa taswiyah shufuuf hukumnya sunnah, dengan mengerjakan yang sunnah akan memperbagus dan memperindah shalat serta menambah sempurnanya shalat.

Hadits ketiga terkait dengan kedatangan Anas bin Malik ke kota Madinah, saat beliau ditanya oleh beberapa penduduk Madinah mengapa Anas tidak pernah menegur mereka semenjak Rasulullah masih hidup sampai sekarang, tentang ibadah yang mereka lakukan.

Kata Anas :

ما أنكرت شيئا إلا انكم لا تقيمون الصفوف.

Saya tidak mengingkari dan menegur sesuatu dari kalian kecuali jika kalian tidak mau meluruskan shaf” (HR.Bukhari No.724).

Hadits ini diungkapkan oleh Imam Bukhari dalam bab :

باب اثم من لم يتم الصفوف.

Dosa bagi orang yg tidak mau meluruskan shaf

Menurut Ibnu Hajar, jikalau Anas sampai menegur mereka karena tidak meluruskan shaf, teguran itu tidak berarti bahwa mereka telah jatuh dalam perbuatan dosa, jika ditetapkan bahwa hukum meluruskan shaf adalah sunnah. Buktinya Anas tidak menyuruh mereka mengulangi shalat. Hal ini menunjukkan bahwa meluruskan shaf hukumnya tidak wajib

Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzdzab jld 4 hal 109 menjelaskan :

  1. Yang dimaksud dengan “taswiyah shufuuf” adalah mengisi shaf terdepan sampai penuh kemudian shaf berikutnya dan berikutnya. Menutupi shaf-shaf yang renggang, meluruskan antara satu dengan yang lain sehingga tidak ada yang berdiri lebih maju ke depan dari yang lain disampingnya. Tidak boleh pula membuat shaf yang baru jika shaf didepan belum penuh.
  2. Disunnahkan bagi Imam ketika akan takbiratul ihram, terlebih dahulu menyuruh ma’mum meluruskan shafnya.
  3. Jika masjidnya luas, suara imam tidak terdengar sampai ke belakang, maka disunnahkan bagi imam menugaskan seorang untuk merapikan shaf, sambil berkeliling menyeru ma’mum meluruskan shafnya masing-masing.
  4. Semua ma’mum juga disunnahkan untuk menegur yang lain jika melihat ada shaf yang renggang. Ini termasuk amar ma’ruf, menyuruh orang berbuat kebaikan, dan bekerja sama tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa.

Ibnu Qudamah dari kalangan mazhab Hambali dalam kitab Al- Mughni jld. 2 hal.126 :

و يستحب للامام تسوية الصفوف، يلتفت عن يمينه فيقول : استووا رحمكم الله و عن يساره كذلك،

Disunnahkan bagi Imam untuk meluruskan shaf, sambil menoleh ke kanan dan mengucapkan : luruskanlah shafmu semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepadamu, dan menoleh ke kiri dan berucap dengan ucapan yang sama..

Kesimpulan :

  1. Jumhur Ulama berpendapat bahwa meluruskan shaf dalam shalat hukumnya Sunnah.
  2. Meluruskan shaf termasuk masalah ijtihadiyah yang melahirkan perbedaan pendapat maka yang berbeda pendapat tidak boleh memvonis lainnya berdosa atau tidak sah shalatnya.
  3. Jika ada masalah yang menimbulkan beda pendapat hendaknya dikembalikan kepada Allah, Rasul-Nya dan para Ulul’ilmi sesuai firman Allah dalam S.An-Nisa ayat 59 dan ayat 83.
  4. Masalah khilafiyah tidak boleh menimbulkan perpecahan dalam tubuh umat, merujuk kepada firman Allah S.Ali Imran ayat 103. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”
  1. Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz cucu dari Umar bin Khaththab yang hidup pada periode yang terbaik sesudah Tabi’in, tidak suka bila ada persoalan baru yang muncul kemudian tidak ada perbedaan pendapat dari para Ulama sehingga tidak ada pilihan lain bagi umat.
  2. Munculnya persoalan COVID 19, membuat umat Islam dengan mudah menentukan pilihan yang berbeda karena ada dua pendapat tentang posisi berdiri dalam shalat berjamaah. Karena itu masing-masing pihak yang berbeda tidak harus mengecam atau memvonis salah kepada yang lain.

Wallahu a’lam bish-shawaab.

KH. Muhammad Abbas Aula, Lc, MHI.
Ketua Majelis Syuro Dewan Da’wah Kota Bogor

Artikel Terkait

Back to top button