Hulu ke Hilir Memberantas Judi Online, Bisa Yuk Bisa!
Indonesia darurat judi online. Terlihat dari meningkatnya penyebaran uang melalui transaksi judi online. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat kenaikan signifikan pada tahun 2022 dibanding tahun 2021. Pada 2021 nilainya mencapai Rp57 triliun sedangkan pada 2022 menjadi Rp81 triliun (cnnindonesia.com, 26/08/2023).
Tak hanya jumlah uangnya yang meningkat, pelaku judi online pun sangat mengkhawatirkan. Masih dalam catatan PPATK, pelaku judi online merambah ibu rumah tangga dan anak SD.
Maraknya judi online ini pun merusak keutuhan rumah tangga. Ekonomi keluarga terguncang dan rumah tangga pun hancur. Penghasilan yang tak seberapa dan seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, justru dipakai untuk judi online. Benar-benar meresahkan.
Bukan tanpa upaya pemberantasan judi online. Di hilir, pemerintah sudah memblokir 840 ribu situs judi online sejak lima tahun terakhir. Bahkan sejak awal tahun ini, nyaris ada 40 ribu situs judi online yang diblokir (cnnindonesia.com, 30/08/2023).
Upaya pemberantasan praktik judi online pun dilakukan oleh jajaran kepolisian dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Sepanjang tahun 2022 ada 760 tersangka judi online yang tertangkap. Sedangkan pada Januari hingga Agustus 2023 sudah 106 tersangka yang ditangkap (pikiranrakyat.com, 31/08/2023).
Hulu ke Hilir Penyebab Suburnya Judi Online
Mati satu tumbuh seribu. Itulah fakta menjamurnya praktik judi online. Sudah ditutup situsnya ternyata masih bisa muncul lagi nyempil diantar waktu membuka web, link, aplikasi, dan lain-lain. Ditangkap satu orang, namun diduga kuat pelakunya jauh lebih banyak lagi. Adminnya tak terhitung dan penggunanya pun tak terhingga.
Suburnya praktik haram judi online ini bermuara dari sistem sekularisme yang mewarnai kehidupan dari hulu ke hilir. Di hulu, ada individu yang miskin iman. Hanya fokus mencari harta secara instan, tak peduli halal haram. Bahkan menihilkan rasionalitas dan tanpa berpikir panjang.
Di satu sisi, kondisi ekonomi rakyat memang sedang tidak baik-baik saja pasca pandemi covid. Banyak yang kehilangan pekerjaan, artinya tak ada pemasukan. Atau tetap bekerja dengan gaji yang jauh dari kata manusiawi. Padahal kebutuhan rumah tangga meningkat dengan naiknya harga semua komoditas. Ditambah lagi dengan biaya kesehatan dan pendidikan serta pajak yang dibebankan ke rakyat. Menjadikan rakyat selalu berada di pusaran kemiskinan. Judi pun jadi pilihan dan berharap menang agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Artinya, di hilir ada penguasa yang tak menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri memenuhi kebutuhan asasinya. Sebab sistem sekuler melahirkan negara kapitalisme. Yaitu negara yang hanya sibuk melayani kepentingan kapital. Buktinya, seperangkat aturan disiapkan untuk memuluskan bisnis para kapital menguasai SDA. Sehingga potensi SDA yang besar itu hanya dinikmati oleh duo peng, penguasa dan pengusaha.
Masih di hilir. Sanksi yang diberikan kepada pelaku judi online tak memberi efek jera. Kalau KUHP yang lama, hukuman pelaku judi hanya penjara 4 tahun dan denda 10 juta. Sedangkan judi online akan dikaitkan dengan UU ITE, ancamannya satu miliar. Apalah arti satu miliar dibandingkan omset yang mencapai dua triliun per tahun?
Individu miskin iman, kemiskinan terstruktur dan sistematis, sanksi yang tak menjerakan. Paket komplit hulu ke hilir yang menyuburkan praktik judi online.