SUARA PEMBACA

Impor Garam, Sampai Kapan?

Islam memiliki mekanisme yang khas dalam mengatur kenegaraan. Jika mengacu pada apa yang dilakukan Rasulullah Saw saat menerapkan Islam secara kaffah dan dilanjutkan kekhilafahan selama 13 abad, maka akan tampak kejelasan visi, misi, dan strategi yang akan mampu menciptakan kesejahteraan dan kemandirian negara.

Pemimpin dalam Islam memiliki power utama dalam menjalankan semua kebijakan negara. Karena pemimpin adalah pelayan bukan pedagang. Yang akan melindungi rakyat dan membela hak-hak mereka.

Untuk mencapai kesehateraan dan kemandirian, Islam memiliki konsep politik dan ekonomi yang khas sebagai supra sistemnya. Kebijakan ekonomi dan politik dibagi menjadi politik dalam negeri dan luar negeri.

Politik ekonomi dalam negeri islam haruslah mengarah pada visi,misi dan strategi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sehingga harus dipisahkan visi, misi dan strategi kebijakan dalam mengatur supply (penawaran) dan demand (permintaan) dalam negeri dengan hubungan dagang luar negeri.

Negara akan membangun kemandirian pasar dalam negeri dengan mengatur mulai dari hulu ke hilir. Dari produksi, distribusi dan konsumsi dalam kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan. Negara harus berlepas dari intervensi oligarki dan korporasi.

Setiap pejabat negara sebagai pengatur urusan umat dituntut bekerja keras dan berpikir kreatif sehingga deman dengan supply bertemu di satu titik. Kualitas terus ditingkatkan dengan melakukan riset mutakhir. Berkolaborasi dengan dunia pendidikan. Mendanai dengan optimal dari kas Baitul Mal.

Dalam ekonomi Islam, tambak garam bagaikan air mengalir (mâu al-iddu) yang merupakan sumber daya yang tidak terbatas. Posisinya tidak boleh dimiliki oleh swasta atau dikelola asing, tetapi kepemilikannya adalah umum menjadi milik umat. Demi kesejahteraan rakyat, negara wajib memenuhi kebutuhan garam.

Bahkan wajib dikelola oleh negara jika membutuhkan penanganan khusus dengan biaya yang tidak sedikit untuk menghasilkan kualitas garam yang baik. Bisa dibayangkan, jika seandainya saja potensi pasar yang besar terhadap garam didalam negeri dikelola negara dengan baik, justru akan membuka banyak lapangan pekerjaan yang akan menggerakkan berbagai sektor ekonomi yang lain.

Sedangkan visi, misi dan strategi dalam perdagangan internasional dengan negeri luar, visi utamanya bukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tetapi sebagai upaya menyebarkan risalah islam ke seluruh dunia. Maka negara akan memilah dengan siapa ia bekerja sama.

Pada negara yang memusuhi Islam maka tidak ada perjanjian dagang sama sekali sehingga tidak ada celah untuk menjajah negeri muslim. Sedangkan pada negara yang tidak memusuhi Islam, boleh ada perjanjian dagang. Yaitu pada produk yang dibutuhkan dalam proses revolusi industri.

Tujuan lainnya agar mendapat hard currency, yaitu mata uang dari negara tersebut sehingga lalu lintas perdagangan internasional tetap terjaga.

Muthiah Raihana S.TP, M.P., Pengajar Kewirausahaan di Al-Izzah, Batu.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button