NASIONAL

Indonesia Punya Mandat Mendorong agar China Dihukum sebagai Penjahat Kemanusiaan

Jakarta (SI Online) – Ketua Sub Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maneger Nasution mengungkapkan, dunia kemanusiaan mengutuk keras terkait dengan kembali terulangnya pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur.

“Ini nyata-nyata pelanggaran HAM. China tidak menunaikan mandatnya menghentikan pelangaran HAM terhadap warganya sendiri. China terbukti tidak memiliki perspektif HAM. HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia sehingga mereka diakui kemanusiaannya tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik, bangsa, status sosial, kekayaan, dan kelahirannya. Termasuk dalam hak asasi ini adalah hak untuk hidup layak, merdeka, dan selamat,” kata Maneger melalui pernyataan tertulisnya, Kamis (20/12/2018).

Mantan Komisioner Komnas HAM menegaskan, merupakan tugas negara China untuk melindungi hak asasi warga negaranya dari pihak-pihak yang ingin mengganggu atau meniadakannya. Muslim Uighur sejatinya mendapatkan perlindungan dari pemerintahnya sendiri, China.

Kata Maneger, pemerintah Indonesia punya mandat dan kewajiban konstitusional untuk mendorong dunia internasional untuk memaksa pemerintah China menghentikan kejahatan kemanusiaan terhadap warga negaranya sendiri, Uighur.

Karena itu, pihaknya mendorong organisasi internasional untuk memastikan terpenuhinya hak-hak muslim Uighur sesuai dengan Konvensi Jenewa 1949 dan Statuta Roma.

Menurut Maneger, peristiwa kejahatan yang menimpa Muslim Uighur di China telah menjurus kepada Genosida (usaha pembersihan etnis) karena dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, dimulai dengan kebijakan- kebijakan Pemerintah China yang menyudutkan keberadaan Muslim Uighur. Konvensi Jenewa (Konvensi Palang Merah) tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang dan sengketa bersenjata non-Internasional dapat dijadikan rujukan dalam melakukan perlindungan terhadap rakyat Muslim Uighur.

Ia menambahkan, kasus kejahatan kemanusiaan terhadap Muslim di Uighur, seperti pembunuhan, penyiksaan, pembakaran sekolah, pemusnahan tempat beribadah dan ketidakbebasan untuk menjalankan kepercayaan dalam beribadah yang dilakukan oleh pihak berkuasa dalam hal ini negara China sangat terbuka bagi Mahkamah Pidana Internasional untuk melaksanakan kompetensi dan yurisdiksinya terhadap kasus ini, karena fakta-fakta yang terjadi dalam kasus kejahatan kemanusiaan terhadap Muslim di Uighur ini telah terpenuhi syarat materilnya yang ditetapkan dalam Statuta Roma khususnya yang ada di Pasal 7 berkenaan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Selain itu, pihaknya juga mendesak dewan HAM PBB dan organisasi internasional untuk mengajukan kasus yang terjadi terhadap muslim Uighur ke peradilan Internasional seperti ICC (International Criminal Court) yang diatur dalam statuta Roma tahun 1998.

“Pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya-upaya serius untuk mengelola dinamika ekspresi solidaritas dalam negeri terhadap penderitaan Muslim di Uighur,” tandas Direktur PusdikHAM Uhamka itu.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button