SILATURAHIM

Isu Radikalisme untuk Tutupi Kegagalan Pembangunan

Kata radikalisme saat ini menjadi kata yang paling sering diucapkan oleh pejabat di negeri ini. Sedikit-sedikit radikal. Semua orang yang berbda dengan keinginan pemerintah dicap radikal. Radikal menjadi stigma negatif.

Berikut adalah wawancara singkat Suara Islam Online mengenai isu radikalisme dengan seorang politisi Muslim sekaligus mantan Menteri Kehutanan di era Presiden SBY. Dr H Malam Sambat Kaban atau sering dikenal MS Kaban.

Mantan Ketua Umum dan Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) ini terang-terangan menyebut, isu radikalisme hanyalah kedok untuk menutupi kegalalan dan kelemahan pemerintah. Berikut kutipan selengkapnya:

Radikalisme menjadi isu utama di rezim saat ini, bagaimana menurut Anda?

Di balik isu radikalisme, menurut saya pemerintah gagal untuk menerjemahkan atau melaksanakan amanat UUD 1945.

Negara kita adalah kesatuan republik yang modern, masalah agama dan negara sudah final, semua persoalan yang berhubungan dengan keumatan sudah menyatu dengan republik ini. Jadi ini karena pemerintah tidak mampu mewujudkan kemakmuran, keadilan, menerjemahkan bagaimana hasil sumber daya alam itu bisa dinikmati seluruh rakyat secara berkesinambungan.

Jadi isu keadilan, isu kemanusiaan tidak mampu diterjemahkan di dalam praktik bernegara dan berbangsa. Ketika ada pemikiran yang berbeda, pemikiran yang sifatnya oposisi, itu ditanggapi sebagai sesuatu yang janggal. Contoh, apa relevansi bicara radikalisme dengan jenggot atau celana cingkrang? Apa kolerasinya? Kemudian soal terorisme, semua sepakat bahwa teroris itu kejahatan yang harus ditangani, tetapi jangan ditarik kemana-mana.

Jadi pemerintah gagal untuk melaksanakan amanat UUD 1945 sehingga timbullah kesenjangan, ketidakadilan dan ketimpangan. Lalu orang mencoba dengan pemikiran baru mengkritisi yang ada lalu itu dituding radikalis. Orang berpikir radikal itu belum tentu kriminal, kenapa sepertinya dibuat sedemikian rupa. Kalau memang pemerintah itu anti terhadap pemikiran-pemikiran seperti khilafah bikin dong TAP MPR-nya. Jangan seperti sekarang, dibilang anti Islam enggak, dibilang sekuler enggak, lalu apa dong?

Kemudian soal masalah kekerasan, kekerasan di tengah-tengah masyarakat di dunia selama ini justru ditimbulkan bukan dari motivasi agama, itu jauh lebih dominan. Oleh karena itu sebenarnya pemerintahan Jokowi dengan seluruh kabinetnya yang membawa isu radikallisme itu untuk menutupi kelemahan dan kegagalan pembangunan yang ada. Buktinya apa, pertumbuhan ekonomi jeblok, perdagangan kita devisit, kemudian lapangan pekerjaan juga sulit.

Masa dengan sumber daya alam yang luar biasa kok yang tumbuh adalah hutang yang begitu cepat? apakah kita merdeka dalam rangka memperbesar utang sebesar besarnya begitu? atau untuk memakmurkan rakyat, dengan menggunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat?

Di kalangan ASN sudah ada definisi yang terkatagori radikal, salah satunya menyampaikan termasuk mendukung pendapat yang dianggap bermuatan ujaran kebencian terhadap pemerintah. Bagaimana menurut Anda?

Yang dimaksud pendapat itu seperti apa? jangan sampai kritik dipermasalahkan karena itu naif dan bisa menunjukkan kalau pemerintah lemah, dimana kebebasan berekspresi itu?

Semua ASN itu abdi negara, jadi sepanjang kita membela negara kesatuan, menurut saya itu harus dibuka kesempatan karena demokrasi itu partisipan. Jadi semakan banyak rakyat yang terlibat, semakin banyak rakyat yang ikut memberikan perhatian itu semakin bagus, tapi kalau dibungkam itu akan melahirkan tirani, nah pertanyaannya apakah memang ada niat mau bikin tirani di Republik Indonesia ini?

Katanya negara kita ini berdemokrasi. Demokrasi itu semua orang diberi kesempatan. Kita tidak setuju dengan PKI karena PKI sudah dilarang. adi karena PKI itu sudah dilarang oleh TAP MPR dan juga ajarannya sudah ditetapkan oleh undang-undang untuk dilarang ya kita ikut. Tetapi kalau seandainya kita berdebat dengan PKI, kita juga tidak pernah takut.

Bukankan kritik itu juga sebagai “ungkapan sayang” untuk mengingatkan?

Siapapun pemimpinnya, itu pasti dikritik, tidak ada pemimpin yang tidak dikritik. Tetapi kalau kritik dianggap ancaman itulah kegagalan. Maka saya dari awal mengatakan isu radikal ini adalah karena pemerintahan Republik Indonesia di bawah kepemimpian Joko Widodo ini gagal menerjemahkan mengimplementasikan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dalam semua hal.

Coba bayangkan, saat ini hutang negara kita sudah sekitar 5300 triliun, itu hutang pokoknya, sementara APBN kita saja sekitar 2000 triliun. Berarti total hutang pokok kita hari ini sudah berkali lipat dari pendapatan nasonal, apakah itu tidak berat?

Apakah itu tidak membuat rakyat semakin berat? itu hutang pokok, nah sekarang kan tidak pernah dibuka berapa tingkat suku bunga pertahun dari semua pinjaman, baik BUMN, swasta maupun pemerintah. Kalau misalnya nanti rata rata untuk 30 tahun pelunasan itu dua kali lipat, berarti hutang kita itu sudah di atas 13.000 triliun. Jadi pemerintah harus terbuka berapa tingkat suku bunga dari hutang hutang luar negeri ini dan berapa lama itu. Apakah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi kita yang dibawah 5% itu mampu menyelesaikan? jangan-jangan yang radikal itu pemerintah, sudah tahu kaya gini masih diteruskan?

Harus dipahami bahwa rakyat itu tidak salah, yang salah itu pemimpin. Jadi kalau kita mengkritisi itu kita sayang NKRI, jangan sampai kita semakan jauh dari niat membangan negeri ini, itu saja. Oleh karena itu pemerintah jangan memberi kesan seolah-olah sedang memusuhi agama, seperti orang berpikir khilafah kok diributkan.

Padahal pemikiran khilafah itu bisa dibuat perdebatan, karena istilah semacam itu banyak, ada imam, ada sulthan, ada amirul mukminin. Jadi seharusnya dibuka diskusi atau perdebatan biar umat cerdas. Berdirinya Republik Indonesia ini setelah para pendukung khilafah (para kesultanan nusantara itu di bawah naungan khilafah), bergabung untuk republik Indonesia kok sekarang malah dimusuhi?

Menurut saya ini buang buang energi, sekarang ini seharusnya kita konsen bagaimana kita mencerdaskan bangsa agar bangsa kita ini bisa ikut mewarnai peradapan dunia. Bagaimana target ekonomi itu bisa kita kejar, bagaimana bisa memajukan perekonomian Indonesia sehingga rakyat itu pendapatan per kapita bisa 50 ribu dolar per tahun. Kemudian bagaimana pendidikan dan kesehatan murah bahkan gratis. Jadi harus begitu dong cara berpikirnya. []

(Syaiful Falah)

Artikel Terkait

Back to top button