TELADAN

Jangan Biarkan Hati Keras Seperti Batu, Selalu Menolak Kebenaran

Semua manusia akan merasa didalam posisi yang salah ketika ada rasa dan asa yang masih tersimpan, iri, dengki, benci dan serakah adalah bagian yang akan mendominasi segala sikap dan tutur kata. Selama itu masih ada dan bercokol dalam pikiran dan hati maka sesungguhnya kita tidak bisa membagikan atau memberikan apa yang tidak kita miliki dalam diri dan pikiran kita.

Untuk itu mari kita bersihkan hati dan pikiran kita dari penyakit penyakit itu. Maka semuanya akan mengalir dalam hidup ini hal-hal yang baik dan positif tanpa adanya paksaan atau kemunafikan.

Allah Ta’ala, berfirman:

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلٰمِ فَهُوَ عَلٰى نُورٍ مِّنْ رَّبِّهِۦ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقٰسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِّنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولٰٓئِكَ فِى ضَلٰلٍ مُّبِينٍ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar 39: Ayat 22)

Ayat di atas dengan jelas menerangkan bahwa orang yang hatinya keras sangat tercela dan dalam kesesatan yang nyata. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, “Seorang hamba tidaklah dihukum dengan suatu hukuman yang lebih besar daripada hatinya yang dijadikan keras. Tidaklah Allah Azza wa Jalla marah terhadap suatu kaum kecuali Dia akan mencabut rasa kasih sayang-Nya dari mereka”. (Ma’alimut-Tanzil VII/115)

Orang orang yang salah dan tidak mau tunduk kepada kebenaran, karena dihinggapi penyakit penyakit yang dapat membuat hati menjadi keras.

Para penolak kebenaran itu biasanya memiliki hati yang keras hingga membatu, maka dari itu tidak ada satupun kebenaran yang disampaikan akan menjadi sesuatu yang benar. Bagaimana mungkin hati yang sudah membatu bisa menerima kebenaran?

Allah Ta’ala, berfirman:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِّنۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِىَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 74)

Bisa jadi kondisi itu semua disebabkan oleh banyak nya melakukan perbuatan dosa tanpa diiringi dengan istighfar maupun tobat.
Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ ، صُقِلَ قَلْبُهُ ، فَإِنْ زَادَ ، زَادَتْ ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ : كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sesungguhnya seorang Mukmin jika melakukan dosa, maka akan ada bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berhenti (dari dosa tersebut) serta memohon ampunan, maka hatinya akan mengkilap. Apabila dia terus melakukan dosa, maka bertambah pula noktah hitam itu. Itu adalah ar-ran (penutup) yang disebutkan oleh Allah di kitab-Nya: ‘Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka [al-Muthaffifin/83:14]

Jikalau semua tetap dipelihara bahkan dengan sengaja dibiarkan seolah itu ada sebuah potensi diri maka jangan heran kalau dampak yang ditimbulkan akan menjadikan watak dan tabiat yang buruk, selalu berkata-kata pedas dan menyakitkan orang lain.

Hidup dalam kemarahan dan kebencian di hati kita hanya akan menyakiti diri kita sendiri, lebih dari orang orang yang kita benci.

Menaklukkan diri sendiri sesungguhnya jauh lebih baik daripada menaklukkan orang lain. Sehingga barang siapa yang dapat mengendalikan diri sendiri akan mampu mengendalikan perbuatan nya.

Wallahu a’lam

Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia

Artikel Terkait

Back to top button