TELADAN

Jejak Bara Gibraltar

“Jabatan ini adalah amanah, dan bukan untuk membanggakan diri. Jika engkau dapat memimpin dengan adil, Allah akan memberikan Rahmat. Rakyat pun memberi hormat dan menaati perintahmu. Jika sebaliknya, Allah akan melaknat dan rakyat juga tidak akan menaati apalagi menghormatimu.”

Ini adalah pesan dari Khalifah Walid bin Abdul Malik pada masa kekhilafahan Umayyah untuk para Gubernurnya di setiap daerah.

Dalam pemerintahan Islam kala itu, para pemimpinnya takut akan ketidakadilan dalam kekuasaannya, disebabkan karena kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di dunia hingga di akhirat. Karena sejatinya Islam adalah agama yang menegakkan keadilan.

Namun, nun jauh disembarang sana, ada negeri yang rakyatnya bukan hanya mengalami kemunduran, tapi kezaliman dan penindasan.

Adalah Andalusia. Bila berbicara tentang Kekhilafahan Umayyah, Khalifah Walid bin Abdul Malik, maka kita juga akan menjumpai Musa bin Nushair. Bila kita sampai pada Musa bin Nushair (Gubernur Afrika Utara), sampailah kita pada sosok Hero Legendaris dalam sejarah penaklukan Islam, yaitu Thariq bin Ziyad.

Pesan dari sang Khalfiah begitu menghujam dalam setiap diri kaum muslimin saat itu. Atas dasar ini pula, Gubernur Musa bin Nushair ingin membantu dan membebaskan rakyat Andalusia dari ketertindasan dan kezaliman. Maka ia kirimkan Thariq bin Ziyad sebagai panglima jihad dengan membawa pasukan sebanyak 12.000 orang untuk pergi ke sana. Namun ternyata, yang di hadapan mereka adalah pasukan Ghotik yang berjumlah 100.000 orang. Lalu apakah yang membuat pasukan Thariq mampu menembus pertahanan pasukan Ghotik?

Tentu sudah tidak asing bagi kita mendengar kisah pasukan kaum muslimin yang sedikit sering mengalahkan pasukan kafir yang banyak.

Rahasianya ialah ada pada keyakinan (keimanan). Seorang muslim berperang karena meyakini balasan dan kehidupan akhirat, bahkan setiap muslim kala itu mengidam-idamkan mati syahid di medan jihad. Mereka melakukan jual beli dengan Sang Pemegang nyawa manusia, Allah SWT. Berbeda dengan orang-orang kafir yang berperang untuk mendapatkan perkara-perkara duniawi, berupa harta, wanita dan kedudukan. Orientasi inilah yang menjadi pembeda antar muslim dengan kafir di dalam medan pertempuran.

Kembali pada kisah Thariq, dalam orasinya yang fenomenal adalah:

“Di belakang kita laut, didepan kita musuh. Kita harus memilih kemenangan atau syahid. Kita tidak akan pulang sebelum mencapai tujuan itu.”

Setelah menyampaikan orasi tersebut, ia perintahkan kapal-kapal yang membawa mereka untuk dibakar, hingga para pasukan hanya memiliki dua pilihan. Maju menjemput kemenangan, atau mati menjemput syahid. Taktik yang luar biasa.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button