RESONANSI

Jokowi dan Nasionalis (Kiri) Berkuasa, Sudah Selayaknyakah Dijatuhkan?

Wong cilik yang awalnya justru diusung oleh PDIP sebagai patron politik Nasional —Kiri itu bagi kelompok masyarakat proletar seperti berbasis kepada kelompok buruh, petani dan nelayan serta kelompok masyarakat bawah dan atau pedesaan lainnya menghantarkan Jokowi memenangkan Pilpres 2014. Tetapi, dalam perkembangannya ternyata basis proletarianisme itu hanya menjadi jargon dan telah tercerabut dari akar rumputnya. Bahkan, selama delapan tahun masa pemerintahannya tanpa ada keberpihakan dan ketakpedulian terhadap kelompok mereka.

Seperti sengaja mengubah arus, Indonesia kemudian di bawah kekuasaan Jokowi berubah sangat radikal dari haluan Nasional —Kiri itu menjadi sangat “kapitalistis liberal gaya baru” di mana kekuatan politik dan ekonomi dibuat dan dikendalikan oleh kekuatan oligarki korporasi konglomerasi. Yang ironisnya oligarki korporasi konglomerasi itu dikuasai oleh swasta hingga tidak saja menguasai hampir seluruh hajat besar “eskalasi skala ekonomi mekanisme pasar” yang sudah lazimnya diciptakan oleh kapitalisme-liberal itu. Bahkan, korporasi BUMN-BUMN yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat — sebagai pilar tradisi komunisme yang dianut oleh paham komunisme RRC hingga kini, pun ikut tergerus oleh permainan kepentingan mereka.

Maka, jadilah hutang perekenomian Indonesia untuk membangun semakin membengkak dan terus akan membumbung dan akan tercatat dalam sejarah di masa kepemimpinan Jokowi-lah hutang mengalami kenaikan luar biasa signifikan.

Karena BUMN-BUMN itu pun membiayai operasionalnya pun berasal dari hutang, banyak sudah yang duluan bangkrut, contoh PT. Krakatau Steel. Bahkan, BUMN strategis transportasi nasional seperti Garuda kondisi kini sudah di ujung tanduk kebangkrutan. Dan ini yang akan paling mengerikan: sebentar lagi —entah dilihat waktunya setelah lebaran, Pertamina pun sudah dibayangi ketidakmampuannya menomboki biaya “rakus dan serakahnya kendali jahat mekanisme pasar kapitalisme” itu dan hanya akan memakan waktu 21 hari ke depan akan menghadapi ancaman kebangkrutan karena Pertamina sudah mengeluarkan ultimatum ketidakmampuannya jika tidak dilakukan upaya darurat strukturalisasi baru dari Pemerintah dengan sangat luar biasa.

Dan kali ini adalah suatu fakta yang takkan terbantahkan karena rakyatlah yang langsung menjadi korban merasakan penderitaannya bahwa Pemerintah sudah tergerus oleh kelompok oligarki korporasi konglomerasi itu, adalah ketidakmampuan Pemerintah Jokowi hanya sekadar melawan mafia minyak goreng dan migas yang menjadi bagian instrumen kapitalis-liberal yang mempermainkan “kendali harga” di mekanisme pasar yang dikuasai mereka.

Terkalahkannya Pemerintah oleh para mafia pasar ini di sektor paling strategis migas dan minyak goreng telah berdampak menjadi efek domino yang luas menaikkan harga-harga kebutuhan pokok lainnya yang takkan dapat dipisahkan dari jejaring ketergantungannya satu sama lain, seperti tarif listrik, biaya transportasi dan terhadap harga-harga kebutuhan bahan-bahan pokok.

Bahkan, fakta adanya para mafioso ini semakin menjadi semacam melegitimasi adanya “kredo ekonomi” berbau busuk kentara kasat mata dengan adanya kroni-kroni konspirasi jahat yang sesungguhnya lebih dulu ada saat terjadinya puncak-puncak pandemi Covid-19 bahwa sebenarnya Pemerintah sudah sangat lemah dan tak mampu mengendalikan betapa begitu tingginya harga-harga prevalensi hasil test-test kesehatannya seperti test swab anti gen dan PCR dan obat-obatan farmasi yang sungguh dibutuhkan sangat urgen oleh masyarakat saat itu.

Kenapa berbau busuk? Ada kroni-kroni konspirasi yang datangnya berasal dari dalam kabinet yang disinyalir sangat kuat menteri-menterinya sendiri terkait produk-produk test hasil dan farmasi obat-obatan farmasi tersebut. Sementara di luar itu, seperti menghadapi masalah “penyembunyian” dan “kelangkaan” produk migas dan minyak goreng, menunjukkan kinerja kementerian terkait seperti sengaja dibuat seperti sudah lemah dan atau dilemahkan?

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button