RESONANSI

Jokowi dan Nasionalis (Kiri) Berkuasa, Sudah Selayaknyakah Dijatuhkan?

Dan ironisnya, di tengah-tengah isu adanya kroni-kroni konspirasi internal dan kementerian yang sengaja dilemahkan kinerjanya di kabinet, justru muncul adanya dominasi kementerian yang sesungguhnya sudah lama menjadi pseudo-kekuasaan baru seolah menjadi Perdana Menteri. Sementara, sang Presiden seolah berada di bawah ketiaknya, terus-menerus memberi kewenangannya seolah menjadi menteri segala urusan.

Ini menunjukkan kejelasan yang nyata bahwa Presiden sudah tak mampu menakhodai kabinetnya, Jokowi bukan lagi yang mengendalikan, tapi justru Jokowi sudah terseret arus di tengah-tengah pusaran arus deras permainan para kroni-kroni konspirator itu.

Carut-Marut di Sistem Politik juga

Seiring dengan carut marutnya kondisi ekonomi tersebut, kondisi politik ternyata sedemikian pula sama dan sebangun seperti terikat oleh jejaring yang secara sistemik dan struktur politik dikuasai oleh oligarki partai politik. Jokowi yang memenangkan Pilpres 2019 dijanini oleh kekuatan PT 20% ditambah bergabungnya Gerindra dengan diangkatnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang justru mantan rivalnya, melengkapi semakin kuatnya peran kekuasaannya di segala lini politik oligarki partai politik itu. Terutama, di panggung penentuan keputusan legislasi dalam pembuatan UU di DPR.

Maka, UU KPK, Omnibuslaw Cipta Kerja, BRIN dan IKN menjadi senjata “peninsula” yang tersimpan di dalam kotak pandora bahwa itu membuktikan kekuatan konspiratif legislasi DPR ke Presiden selaku eksekutif Pemerintahan, dan UU tersebut minim studi komparatif kelayakan yang seharusnya diuji tingkat kepentingan dan kemanfaatannya dari pelbagai kalangan akademisi sebagai bagian apresiasi dan aspirasi lain keberpihakan kepada rakyat.

Tapi, semua penentuan UU tersebut dilakukan dengan banyak secara tersembunyi dan secara kilat disahkan.

Kelompok oposisi baik dari partai di lembaga legislasi maupun dari organisasi masyarakat independen yang mencoba melakukan perlawanan terhadap kepentingan ini dibredel dan dibungkam dengan UU ITE yang berujung seolah penentangannya melanggar hukum yang sungguh sangat mudah dipidanakan secara hukum oleh Pemerihtah.

Demokrasi politik pun kemudian mulai mengerucut ke arah otoritarianisme, Jokowi yang “kurus dan kerempeng” itu tak boleh di pandang sebelah mata di ranah kepolitikannya yang kemudian sesungguhnya sangat berkuasa yang hampir-hampir tanpa batas.

Sekali lagi itu dibuktikannya dengan betapa begitu kuatnya “back up” lembaga Kepolisian dan TNI di belakangnya, seraya lembaga-lembaga etis sebagai pelindung dan perlindungan hukum demokrasi pun terabaikan bahkan bandulnya cenderung ke ayunan konspiratif lagi, seperti lembaga intelijen, lembaga-lembaga Komisi Yudisial, KPK, Ombusman, Mahkamah Agung bahkan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penilai secara etikal terhadap “kegawatan” dan “kedaruratan” terhadap mengerasnya otorisme yang telah melemahkan demokrasi itu dibiarkan dan terbiarkan.

Maka, jangan harap ketika Jokowi sebagai Presiden notabene sebagai kepala pemerintahan yang telah menunjukkan kinerja sedemikian yang dewasa ini hasilnya jelas-jelas hanya menyengsarakan rakyat takkan bisa di-impeachment yang seharusnya secara prosedural hukum dilakukan oleh lembaga-lembaga etis dan hukum tersebut.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button