RESONANSI

Jurang dalam Disparitas Kecerdasan Politik Rakyat

Prabowo-Sandi didukung kelompok masyarakat “cerdas politik”, sebaliknya Jokowi yang kemudian memenangkannya justru didukung oleh kelompok yang tidak “melek politik”, sungguh mereka bukan tidak tahu apa-apa, tapi mereka memang sudah “nyerah” , untuk tidak mau tahu, bahkan nyaris tidak peduli.

Sudah tentu sebagaimana sudah kita pahami dan sadari disparitas itu disebabkan oleh faktor latar belakang betapa masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan politik mereka, khususnya masyarakat kecil, miskin, dan terpinggirkan baik di pedesaaan maupun di perkotaaan yang sungguh sudah sangat terpuruk sehingga kemampuannya hanya digunakan untuk survival mempertahankan hidupnya sehari-hari.

Dan menurut mereka bagian yang sesungguhnya “money politic” yang terlarang, suara daulat rakyat itu mereka jual hanya dengan selembar amplop berisi Rp50.000,- sekalipun.

Akhirnya, apakah sampai dewasa ini kita masih bisa berkesimpulan bahwa premis betapa masih dalamnya jurang disparitas kecerdasan politik rakyat kita itu masih harus diyakini sebagai suatu keniscayaan?

Sayangnya data tentang berapa jumlah angka tingkat kecerdasan politik rakyat itu memang belum ada. Padanan yang paling mendekati mungkin hasil sensus BPS tentang tingkat kemiskinan yang sungguh masih bersifat “absurd” dan semu karena sesungguhnya jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak daripada data yang ada di meja layar komputer mereka dan seringkali dipakai Pemerintah mempropagandakan keberhasilannya.

Dan oleh tim itu gemuruh suara orkestra antara masalah wacana politik dengan masalah fakta ekonomi disandingkan dengan faktor masalah disparitas kelompok “cerdas politik” dengan kelompok masyarakat “tidak melek politik” itu tetap terus akan dimainkan sampai tanggal Pemilu 2024 tiba.

Tujuannya akhirnya, sudah pasti akan mengabur-ngaburkan kepentingan reformasi untuk demokrasi, substansinya semakin terjunjung tinggi suara kedaulatan rakyat. Sementaa, ketua tim itu bersorak dengan euphoria yang sangat luar biasa dikarenakan hasil kemenangan yang dinantikan akan tetap di tangan mereka: rezim penugasa baru yang sesungguhnya rezim penugasan lama yang masih harus melanjutkan kerja-kerja dan kerja untuk mengeruk kepentingan-kepentingan kerakusan dan keserakahan mereka yang sungguh takkan pernah berhenti terpuaskan. Wallahu’alam Bishawab.

Dairy Sudarman, adalah jurnalis senior, pemerhati politik dan kebangsaan.

Laman sebelumnya 1 2 3 4

Artikel Terkait

Back to top button