IBADAH

Kapan dan Bagaimana Menunaikan Shalat Qadha dan I’adah?

Shalat, ibadah paling utama dan berat ditunaikan. Shalat ibadah paling utama karena ibadah yang pertama kali diwajibkan dalam syari’at Islam. Pensyariatannya melalui komunikasi langsung Rasulullah Saw dengan Allah, saat peristiwa Isra’ Mi’raj dalam fase dakwah Mekkah.

Shalata dalah ibadah yang pertama kali dihisab pada hari pertanggungjawaban amal di akhirat. Apabila baik shalatnya, maka akan beruntung dan berhasil di akhirat. Apabila rusak shalatnya, maka akan gagal dan rugi di akhirat. Ibadah yang paling banyak disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu sebanyak 83 kali.

Shalat, ibadah yang berat ditunaikan, karena Allah Yang Maha Mengetahui menyatakannya dalam surat al Baqarah ayat 45. Hanya yang khusyuk saja yang merasa ringan dalam menunaikannya. Yaitu orang-orang yang meyakini dirinya akan kembali pada Allah disertai pertanggungjawaban amal. Yang menunaikan shalat berarti menegakkan agama. Sebaliknya yang meninggalkannya berarti merobohkan dan merusak agama. Bahkan Allah SWT mengkategorikan bagi yang menunaikan shalat dengan rasa malas dan riya termasuk munafik (QS an Nisa’ ayat 142).

Tak ada alasan apapun bagi muslim mukallaf untuk meninggalkan shalat. Sakit parah selama masih sadar, tetap harus menunaikannya walaupun menggunakan isyarat atau hati. Pun tak ada alasan untuk menunda-nunda menunaikan shalat. Karena menunaikan shalat tepat waktu termasuk salah satu amalan yang dicintai Allah.

Tapi tak dipungkiri, ada muslim yang meninggalkan shalat dengan berbagai alasan atau menunaikan shalat tak sesuai syaratnya, bagaimana mengatasi hal ini? Para ulama telah menjelaskan solusinya dalam hukum shalat qadha dan i’adah.

Sebab Menunaikan Shalat Qadha dan I’adah

Qadha shalat adalah mengganti shalat karena terlewat (sengaja atau tidak sengaja). Ada beberapa kondisi yang menjadikan muslim mukallaf mengqadha shalat. Pertama meninggalkan shalat tak sengaja seperti ketiduran atau terlupa. Hukumnya tak berdosa tapi berkewajiban untuk mengqadha shalat. Dalilnya dari perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw.

إِذَا نَامَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Jika kalian tertidur atau terlupa dari suatu shalat , maka hendaknya shalat saat telah teringat/terbangun.” (HR. Abu Dawud).

مَنْ نَسِيَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ

_”Barang siapa yang lupa menunaikan suatu shalat , maka hendaklah dia mendirikan shalat ketika dia ingat, karena tidak ada tebusannya kecuali itu.” (HR Bukhari).

Rasulullah SAW bersama para shahabat pulang dari perang Khaibar waktu malam. Di akhir waktu malam, rombongan mengalami kelelahan luar biasa hingga ketiduran. Tak ada yang membangunkan rombongan kecuali panas matahari. Artinya Rasulullah Saw dan para shahabat terlewat shalat subuh. Setelah bangun Beliau Saw melanjutkan perjalanan. Pada jarak yang tak begitu jauh, Beliau SAW berhenti lalu bersama para shahabat mengambil wudhu dan menunaikan shalat subuh.

Saat perang Khandaq, Rasulullah Saw bersama para shahabat berpacu dengan waktu menggali parit sebagai strategi menghadapi pasukan Ahzab. Sampai Rasulullah Saw dan para shahabat terlupa empat waktu shalat yaitu dzhuhur, ashar, maghrib dan ‘isya. Di tengah malam Rasulullah Saw memerintahkan Bilal mengumandangkan azan, untuk melaksanakan shalat-shalat yang terlupa secara berjamaah.

Kedua, meninggalkan shalat secara sengaja. Hukumnya berdosa dan berkewajiban untuk mengqadha shalat. Memang ada ulama yang berpendapat tak wajib qadha, tapi hanya sebagian kecil. Pendapat jumhur ulama secara rajih menjelaskan tetap qadha shalat. Karena shalat yang tak ditunaikan hakikatnya adalah utang pada Allah. Rasulullah Saw bersabda:

فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى

Utang pada Allah lebih berhak untuk dilunasi. (HR. Bukhari)

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button