OPINI

Karakteristik Pemimpin Ideal

Pemimpin harus memiliki sifat tabligh. Kepemimpinannya semestinya ia gunakan untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan kekuasaannya ia bisa menghilangkan kemungkaran dan menegakkan hukum Allah. Sayangnya, kepemimpinan dalam asuhan demokrasi justru mengangkangi Allah sebagai pembuat hukum. Digantikan manusia yang berdaulat atas hukum. Hukum dibuat menurut pemikiran dan akal mereka yang terbatas. Keterbatasan inilah yang meniscayakan problematika yang rumit. Solusi pun sulit. Berawal dari pengabaian terhadap syariat Islam.

Ketiga, Amanah. Amanah memiliki arti dapat dipercaya, bahwasannya Nabi dan Rasul tidak pernah ingkar atau pun berdusta kepada umatnya. Sifat ini sudah dimiliki Rasulullah sebelum diutus menjadi Nabi. Kaum Quraisy memberinya gelar Al Amin. Pemimpin sejati adalah mereka yang amanah menjalankan tugas. Khianat adalah sifat terlarang bagi mereka. Dewasa ini justru banyak pemimpin khianat. Mengingkari janji demi mengakomodasi kepentingan oligarki. Berkhianat dari rakyat untuk memberi kepuasan bagi para konglomerat. Inilah keparatnya demokrasi. Hanya melahirkan pemimpin khianat dan culas. Andai ia salih, ia sulit melawan lingkaran sistem.

Suatu waktu Abu Dzar al-Ghifari bertanya kepada Nabi. “Ya Rasulullah, mengapa kau tak memberi jabatan apa-apa kepadaku?” Sambil menepuk bahu sahabatnya yang zuhud itu, Nabi menjawab, “Hai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah.”Sebagai amanah, sabda Rasulullah, jabatan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya.” (HR Muslim).

Keempat, fathonah. Artinya cerdas. Rasulullah adalah sosok yang cerdas. Beliau arif dan bijaksana setiap mengambil keputusan. Beliau juga menetapkan kebijakan berdasar pertimbangan dan pemikiran yang matang. Sosok cerdas ini pun menurun pada empat khalifah. Seperti Ali bin Abi Thalib. Pandangannya tajam tentang masa depan. Nasihatnya selalu memiliki makna yang mendalam. Seperti halnya Umar bin Khaththab. Langkahnya selalu hati-hati dan mawas diri. Beliau paling takut berbuat zalim.

Cerdas dalam hal ini bukan sekadar pengukuhan selembar ijazah. Cerdas itu cermat menyikapi masalah. Cerdas itu tidak plin plan dan grusa grusu. Cerdas itu pandai mengatur dan mengambil strategi kebijakan. Cerdas itu akal harus dituntun wahyu, bukan karena kepentingan. Cerdas itu paham akar persoalan. Cerdas itu mereka yang berpikir jauh ke depan. Memberi solusi solutif bukan pragmatis.

Cerdas menurut Islam bukanlah yang pandai dalam urusan dunia saja. Rasulullah mendefiniskan arti cerdas dalam sabdanya berikut, “Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang yang berakal.”

Orang cerdas memikirkan dan mempersiapkan kematian seakan-akan ia akan meninggal esok. Dengan begitu, ia akan melakukan amal kebaikan dan ketakwaan. Sifat cerdas semacam ini akan melahirkan sifat takut kepada Allah. Ia berjalan di dunia dengan penuh ketaatan di jalanNya. Saat mengemban amanah, ia menyadari betul amanah wajib ditunaikan. Dengan kecerdasan ini, seorang pemimpin akan senantiasa muqorrobah, selalu merasa diawasi oleh Allah. Hal ini akan menjauhkannya dari berbuat lalim dan zalim.

Keempat sifat itu bila ada pada diri seorang pemimpin akan mewujudkan sikap adil. Adakah keempat sifat itu ada pada diri pemimpin hari ini? Sifat ini tidak akan ada bila sistem kehidupannya tak mendukung. Bagaimana mau shiddiq jika sistemnya justru ajarkan dusta? Bagaimana mau tabligh, sementara, para pendakwah dibungkam atas nama radikalisme, terorisme dan stigma negatif lainnya? Bagaimana mau amanah kalau sistemnya saja memberi ruang untuk berkhianat? Dan bagaimana mau fathonah manakala sistemnya jauh dari aturan agama (Islam)?

Dan keadilan hanya sebatas angan bila terus menerapkan pemerintahan demokrasi dan kapitalis neoliberal. Mewujudkan karakter pemimpin sejati hanya bisa diterapkan di sistem Islam. Sebab, sistem Islamlah yang akan membentuk kepribadian pemimpin secara komprehensif. Individu bertakwa. Masyarakat berdakwah. Negara pelaksana dan penjaga syariah. Tiga pilar yang wajib ada bagi sebuah negara.

Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button