SUARA PEMBACA

Keadilan Berpihak pada Pemangku, kepada Siapa Rakyat Harus Mengadu?

“Keadilan jadi barang sukar, ketika hukum hanya tegak pada yang bayar.” (Najwa Shihab)

Ungkapan tersebut mewakilkan kondisi negeri kita saat ini. Dimana keadilan hanya disuguhkan kepada penguasa. Seperti kasus terbaru yang menyeret hakim agung sebagai tersangka kasus dugaan suap. Pasalnya, suap yang diterima dari pengurusan perkara kasasi gugatan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Mahkamah Agung (MA). Hal ini dilakukan guna menutup dan membebaskan pelaku dari perkara tersebut.

Kasus lainnya yang masih menyita perhatian publik adalah kasus pembunuhan yang menewaskan enam anggota Front Pembela Islam di KM 50 tol Jakarta-Cikampek. Dilansir dari tempo.co, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus pembunuhan anggota Front Pembela Islam di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Dua polisi yang menjadi terdakwa di kasus itu, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, tetap lepas seperti putusan pengadilan sebelumnya (28/8/2022)

Apabila masyarakat mengikuti perkembangan kasus KM 50 tersebut, motif dan jalan cerita yang terjadi terkesan seperti terstruktur dan sistematis. Berbagai bukti dan saksi mengungkapkan dengan jelas kronologi kejadian. Namun, para korban justru dianggap bersalah, sedangkan pelakunya dibebaskan dari segala tuduhan. Bukankah ini menunjukkan keadilan berpihak pada pemangku?

Terlebih, kasus yang menyeret hakim agung atas kasus suap yang diterimanya guna menutup perkara kasasi. Bukankah ini sesuatu yang sangat menyakitkan bagi rakyat? Seorang hakim yang diamanahkan untuk berbuat adil dalam menyelesaikan suatu perkara, justru memanfaatkan jabatannya untuk menutup kejahatan seseorang. Jika selevel hakim dan kepolisian hanya menyediakan keadilan bagi pemangku, lalu kepada siapa rakyat harus mengadu?

Dalam sistem sekarang, makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sesuatu yang mustahil. Keadilan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berdasi dan bermodal. Mengutip dari pernyataan Pakar Hukum dan Filsafat Pancasila Prof. Suteki, M.Hum yang mengatakan “Ditengarai tengah terjadi industri hukum, yaitu penegakan hukum yang tidak berorientasi kepada kebenaran dan keadilan, tetapi lebih berorientasi kepada kepentingan atau untung/rugi”.

Inilah gambaran sistem keadilan dalam demokrasi yang hanya melindungi kepentingan para pemangku. Beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa berharap keadilan dalam sistem ini hanya membuat masyarakat rugi, ujung-ujungnya duit lagi.

Padahal, Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Nisa: 135)

Ayat ini menegaskan bahwa kaum Muslimin harus tetap bersikap adil dan bersaksi adil meskipun terhadap diri, orang tua, dan kaum kerabat mereka. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan merupakan perkara yang sangat penting. Jika keadilan tidak ditegakkan, maka akan menyebabkan kehancuran. Perkara ini pula yang pernah ditegaskan Nabi Saw, beliau pernah menyampaikan bahwa yang menyebabkan kaum terdahulu adalah ketika ada orang yang mulia diantara mereka mencuri dibiarkan. Sebaliknya, ketika yang melakukan adalah orang yang lemah ditimpakan kepadanya hukumannya.

Ibnu Katsir mengatakan, apabila menyampaikan kesaksian dilakukan karena Allah SWT, maka kesaksian itu akan benar, adil, dan terhindar dari penyimpangan, perubahan, dan penyembunyian. Memberikan kesaksian dengan hanya karena mengharap ridha Allah SWT semata akan melahirkan kesaksian yang valid, adil, dan benar tanpa memperdulikan siapa pun dan tanpa dikotori oleh sikap berat sebelah.

Demikianlah, keadilan itu diwujudkan oleh para hakim yang memutuskan perkara. Mereka pun diperintahkan untuk memutuskan perkara dengan adil, yakni dengan hukum Allah SWT. Keadilan juga diperintahkan kepada para saksi dengan menyampaikan kesaksian yang sebenar-benarnya, objektif, dan sesuai fakta baik karena aspek kekeluargaan maupun aspek lainnya. Wallahu’alam.

Novriyani, M.Pd, Praktisi Pendidikan.

Artikel Terkait

Back to top button