Kekurangan Dana, Panti Asuhan di Kabul Terus Berjuang untuk Anak Yatim
Kabul (SI Online)-Direktur program sebuah panti asuhan besar di Kabul, Ahmad Khalil Mayan, mengatakan bahwa dia terpaksa mengurangi jatah buah dan daging untuk anak-anak asuhnya. Hal itu dilakukan Ahmad karena panti asuhan yang dikelolanya itu kehabisan uang.
Selama dua bulan terakhir, sejak Taliban menguasai Afghanistan dan bantuan jutaan dolar tiba-tiba dihentikan, Ahmad menelepon dan mengirim surat elektronik berulang kali kepada para donatur, baik asing maupun lokal, yang sebelumnya membantu dia.
“Sayangnya, kebanyakan dari mereka telah meninggalkan Afghanistan. Donatur dari dalam negeri, pihak asing, maupun kedutaan telah meninggalkan negara ini. Ketika saya menelepon atau mengirim email kepada mereka, tidak ada yang menjawab,” kata Ahmad.
“Kami sekarang mencoba menjalankan panti asuhan dengan sedikit uang dan dengan sedikit makanan,” tambahnya.
Sekitar 130 anak berusia tiga tahun ke atas tinggal di Shamsa Children’s Village, panti asuhan yang telah beroperasi lebih dari satu dekade dan menyediakan tempat berlindung bagi anak-anak yang kehilangan orang tua.
Di antara mereka adalah Samira, anak perempuan berusia sembilan tahun asal provinsi Badakhshan di timur laut Afghanistan. Dia telah berada di panti asuhan itu selama hampir dua tahun sejak ayahnya meninggal dan ibunya tidak punya penghasilan untuk menghidupi anak-anaknya.
Pada suatu hari yang sejuk di Kabul, Samira berada di tempat bermain bersama teman-temannya. Senyumnya lebar saat bermain ayunan. Meskipun usianya masih muda, Samira yang bercita-cita menjadi dokter sudah mengambil kelas tambahan di sekolah.
“Saya ingin mengabdi pada Tanah Air saya dan menyelamatkan orang lain dari penyakit, dan saya juga ingin anak-anak perempuan lain belajar sehingga mereka menjadi dokter seperti saya di masa depan,” katanya sambil tersipu.
Panti asuhan seperti Shamsa memainkan peran besar di Afghanistan, di mana puluhan ribu warga sipil tewas dalam perang selama lebih dari 40 tahun.
Kekurangan dana membuat Ahmad Khalil menghadapi pilihan yang sulit. Panti asuhannya mencoba mengirim beberapa anak kembali ke kerabat mereka yang relatif mampu, tetapi satu per satu mereka telah kembali.