“Kemuliaan itu dengan Pengabdian”
Amar mengaku, awalnya ia menggelar buku-buku yang dimilikinya. Lama kelamaan, akhirnya buku-buku makin bertambah. Kemudian ada laptop sebagai sarana belajar para remaja. Anggota komunitasnya juga makin meluas setelah bertemu dengan sebuah komunitas baca Noken Pustaka.
Perlahan, kesan kantor KUA yang hanya terkait urusan pernikahan dan rumah tangga pun ‘luntur.’ KUA Oransbari, tiap hari selalu ada pengunjungnya. Generasi muda. Bukan untuk menikah, tetapi untuk membaca, meningkatkan literasi, dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial. “Alhamdulillah, setelah kita bina, semangat menuntut ilmu naik,” kata dia.
Amar bercerita, atas terobosannya itu, pejabat Kemenag Kabupaten yang datang ke kantornya terheran-heran. KUA menjadi ramai, banyak anak-anak. Pintu terbuka sampai malam.
“Saat datang pejabat itu mukanya masam, curiga kalau saya buat warung. Setelah tahu itu perpustakaan, beliaupun mendukung,” cerita dia tanpa menyebut nama pejabat yang dimaksud.
Kegiatan-kegiatan seperti peringatan hari besar Islam dan penggalangan dana untuk kemanusiaan, baik bencana alam maupun sosial, juga dilakukan oleh ACM. Sukanya, kata Amar, para tokoh dan sesepuh sangat mendukung kegiatan mereka.
“Saya menikmati sekali. Mereka mau datang seperti keluarga, diskusi tentang keluarga, anak, pribadi, pendidikan, juga curhat. Kami juga ngobrol tentang pertanian, soal tomat, soal harga yang jatuh,” kata dia.
Tak Perlu Diajari Toleransi
Selain bicara tentang literasi yang membuatnya sangat bersemangat, Suara Islam juga menanyakan tentang kehidupan umat Islam di Manokwari Selatan (Mansel). Harus diingat, di kabupaten ini jumlah umat Islam terbesar kedua.
Secara umum, kata Amar, peluang dakwah di Mansel masih sangat besar. Masyarakat masih harus dibina dan diajarkan syariat Islam secara kontinyu. Secara internal, umat Islam harus terus memupuk ukhuwah Isamiyah untuk dapat membangun Mansel dalam berbagai bidang.
Untuk eksternal, justru tidak ada masalah. Hubungan antara Muslim dan non-Muslim sangat harmonis. Beratus tahun mereka hidup bersama, bertetangga dengan rukun tenteram.
“Tak perlu ajari kami toleransi. Kami sudah sejak awal bertetangga, berhubungan dengan keluarga beda keyakinan itu sangat biasa,” ungkap Amar.
[shodiq ramadhan]