RESONANSI

Kendaraan Dakwah

Tema harakah bagi saya cukup berat, sebab harus mencari referensi tulisan-tulisan yang memuat soal hal ini, tapi tidak masalah, saya berusaha buat masuk dengan apa yang saya bisa. Harakah itu bagi saya hanya sebatas kendaraan, seperti celetukan Shiffu Felix kepada kita semua dalam tulisan beliau di sebuah buku:

“Nanti yang di hisab di akhirat itu kita, bukan harakah kita.”

Jadi dari sini saja sudah jelas bahwa berbeda harakah itu tidak menjadi soal, asal sama-sama beriman, punya nabi yang sama, bersyahadat yang sama, menyembah Tuhan yang sama maka sudah pasti dia adalah saudaramu dalam jalan-jalan kebaikan ini, tidak usah saling sinis, celah apalagi saling ledek-ledekan, nanti yang menang dan bergembira adalah musuh-musuh kita sendiri.

Saya mau ceritakan kepada para pembaca semua satu kisah yang menurut saya ini kisah yang baik untuk di ceritakan, kisah mereka yang berbeda dalam gerakan dakwah tapi keberhasilannya sangat banyak kita rasakan, keberhasilan dakwah yang tanpa saling sikut-menyikut, celah-mencelah apalagi saling menghina, uh, tidak ada sama sekali dalam gerakan dakwah mereka ini.

Sebakdah Ibnu Batutah pulang dari perjalanan dakwahnya, menyejarah berbagai wilayah di pelosok nusantara, membuat perjalanan beliau itu beliau tulis dalam sebuah buku yang berjuluk “Ar-Rihlah” buku ini kemudian hari diberikan kepada Sultan Muhammad I dari sanalah diutus para duta-duta dakwah yang mengantarkan Islam ini kepada negeri Nusantara. Dalam catatan itu beliau tulis:

“Pulau itu subur tanahnya lagi lebat-lebat pohonnya. Negerinya mengingatkan saya pada sebuah negeri di Andalusia maka ku sebut negeri itu Andalas (Sumatra).” (Salim A Fillah, Rihlah).

Beliau kemudian kembali melanjutkan perjalanan sedikit ke timur, disana beliau menjumpai sebuah.

“Jalan sedikit ke timur, ku dapati negeri yang tanahnya subur di tumbuhi biji-bijian maka ku beri nama Yawaddi (Jawa Dwipa).”

Perjalanan kemudian beliau lanjutkan lagi ke negeri yang paling timur, disana beliau menjumpai sebuah negeri tulisnya dalam buku itu:

“Ke timur lagi, ku lihat di sekitar pesisirnya ada kerajaan-kerajaan kecil maka ku beri nama Jaziratul Muluk (Maluku).”

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button