LAPORAN KHUSUS

Kisah Imam Ali, Dai Sabah yang Mengislamkan 10 Ribu Orang

Perjalanan masa pendidikan Ali berlanjut, ia mengaku pernah diam-diam ikut pusat latihan dakwah. Ia belajar bagaimana ceramah dan lainnya, namun masa pendidikan dakwah tersebut tidak lama, hanya dua bulan. Setelah itu ia sempat juga mengajar. “Kemudian saya memikirkan untuk kerja dakwah di Ansip Keningau dan membangun rumah di situ, ketika itu Ansip masih hutan dan tidak ada yang berani tinggal di situ karena ada telaga yang dianggap angker. Namun saya bersikeras membangun rumah dengan menebas pohon-pohon dan meratakan tanahnya,” ungkap Ali.

Setelah mambangun rumah dan tinggal di Ansip, muncul rumor di masyarakat wilayah lain agar tidak datang ke Ansip karena di situ ada orang banyak ilmu maksudnya orang Islam yaitu Ali. Tetapi itu membuat orang penasaran, satu per satu orang datang berkenalan dengan Ali dan akhirnya masuk Islam bahkan mau tinggal di Ansip. Satu demi satu datang dan tinggal lalu masuk Islam hingga saat ini sudah 280 orang Muslim yang ada di Ansip. Dan keluarga Ali sendiri saat ini sudah banyak yang masuk Islam.

Suara Islam bersama sejumlah ulama berkunjung ke rumah Imam Ali di Ansip, Sabah

Di awal kerja dakwahnya, Ali suka masuk ke kampung-kampung pedalaman hutan dengan berjalan kaki atau menumpang mobil penebang hutan. Sekali perjalanan biasanya memakan waktu 5 atau 6 hari. Ali yang juga memiliki ilmu di bidang pengobatan menggunakan keahliannya itu. Ia datangi kampung-kampung pedalaman untuk ramah tamah sekaligus mengobati jika ada yang sakit, dan dari situlah ia sampaikan tentang Islam dan alhamdulillah banyak yang tertarik. Ketika ada yang mau diobati ia jelaskan bahwa ilmu yang digunakan adalah ilmu di dalam ajaran Islam, dan ada pantangannya misalnya tidak boleh makan babi dalam waktu yang cukup lama. Menurut Ali, orang yang sudah lama tidak makan babi mereka tidak mau lagi karena sudah merasa tawar rasanya, sudah tidak tertarik lagi. Dari mulai melakukan pengobatan dan pergaulan dari pedalaman hutan ke hutan itulah akhirnya satu demi satu orang masuk Islam. Di umur 18 tahun, Ali pernah berjalan kaki sendirian selama satu hari dua malam untuk menuju kampung pedalaman di hutan. “Makan mandi di hutan sehingga tidak perlu bawa makanan dari rumah,” ujarnya.

Karena dikenal sebagai pendakwah akhirnya dalam satu masa Ali dilantik oleh Majelis Agama Islam Sabah sebagai Imam Karya (petugas pendakwah), dan itu tanpa melalui proses penyeleksian. Kata Ali, menjadi Imam Karya mendapatkan honor dari pemerintah. Namun menjadi Imam Karya yang selalu mengikuti arahan membuat Ali kurang nyaman, tidak bebas seperti sebelumnya. Januari 1997, Ali naik jabatan dan dilantik sebagai pegawai takbir jabatan agama di Nabawan, “Tetapi honornya tetap seperti Imam Karya,” ujarnya sambil tertawa. Menurutnya, ketika mendapat jabatan ada batasan kerja sehingga tidak bisa melanjutkan kerja kerja dakwah ke pedalaman seperti sebelumnya. Kata Ali, semenjak kerja dakwah inisiatif sendiri sampai menjadi Imam Karya jumlah yang sudah masuk Islam sudah sekitar seribu orang, dan itu dari kerja dakwah satu demi satu bukan secara massal.

Sebelum menjadi Imam Karya, Ali bisa membuat satu program dakwah dalam satu pekan, namun ketika menjadi Imam Karya setahun hanya enam program. Selain berdakwah mendatangi orang per orang, Ali kadang mendatangi tempat keramaian untuk berjualan atau membuka lapak supaya banyak orang datang, di saat itulah ia manfaatkan untuk berdakwah di tempat umum. Dan di momen ini juga ia gunakan untuk mengajar para mualaf yang hendak memperdalam agama Islam. Selain itu, Ali juga punya program mengunjungi daerah-daerah tempat para mualaf untuk mengajar.

Menurutnya, membuka lapak itu banyak yang tertarik dengan Islam, saat menyampaikan dakwah ke masyarakat ia gunakan metode ceramah komunikatif yang menarik untuk disimak. Saat berceramah itu jemaahnya tidak hanya orang Islam tetapi juga orang diluar Islam. Ali mengaku punya keahlian komunikasi sehingga selalu membuat orang nyaman dan senang walaupun yang disampaikan adalah ajaran-ajaran Islam yang tegas. Kata dia, biasanya kalau duduk di warung kopi dalam tempo 20 menit saja orang sudah senang dan tertarik ngobrol dengannya. “Kerja dakwah walaupun banyak beban tetapi tidak membuat stres, alhamdulillah sampai umur 57 tahun saya selalu sehat,” kata Ali.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button