LAPORAN KHUSUS

Kisah Imam Ali, Dai Sabah yang Mengislamkan 10 Ribu Orang

Berdakwah di daerah pedalaman sangat tinggi nilai perjuangannya, tantangan dan medan yang sangat berat membuat pendakwah harus memiliki semangat juang yang tinggi, keikhlasan serta mental yang kuat. Tidak banyak dari para da’i yang mau mengambil lahan dakwah ini, karenanya para pejuang dakwah di daerah pedalaman adalah orang-orang yang luar biasa.

Alhamdulillah, Suara Islam pada pertengahan Juli 2019 lalu bisa bertemu dengan Ustaz Ali Chius Agud, salah satu pendakwah di daerah pedalaman Sabah, Malaysia. Ustaz Ali yang biasa dipanggil Imam Ali sudah berdakwah lebih dari 30 tahun dan hebatnya ia telah mengislamkan sekitar 10 ribu orang di pedalaman Sabah. Wilayah dakwah Ali meliputi wilayah Sook, Nabawan, Tenom, Pegalungan dan lainnya. Dakwahnya keliling perkampungan di dalam hutan dan biasanya Ali menempuh lokasi dengan berjalan kaki berpuluh kilometer.

Imam Ali yang kini berusia 57 tahun terlahir dari keluarga yang beda agama di Nabawan, salah satu daerah di Sabah. “Jadi saat masa kecil apa yang dimakan orang-orang bukan Islam saya makan juga,” kata dia. Pada awalnya, ayah Ali bukan seorang Muslim sementara Ibunya seorang Muslimah keturunan Kesultanan Bulungan, Kalimantan. Konon ibunya Ali adalah keturunan terakhir yang tersisa dari Kesultanan Bulungan akibat terjadinya peperangan. Masa kecilnya, Ali sempat masuk di sekolah Kristen dikarenakan tidak ada sekolah Islam. Tahun 70an, Ali akhirnya bisa belajar agama Islam namun hanya belajar baca Alquran saja, di umur 9 tahun ia sudah bisa membaca Alquran. Dulu di kampungnya bisa membaca Alquran sudah luar biasa kerena tidak ada yang bisa selain Ali dan adiknya.

Ketika remaja, Ali pernah diminta membaca Alquran di acara pengislaman massal di sebuah tanah lapang. “Saat itu orang-orang masuk Islam dengan melakukan syahadat massal, kurang lebih 3 ribu orang pesertanya dan diresmikan Ketua Majelis Sabah ketika itu, Datuk Haji Mustofa. Setelah membaca Alquran saya tengok ada orang tua memperhatikan saya, kemudian dia mendatangi saya, dia merasa heran dan tidak menyangka ada orang dari bangsa Murut bisa membaca Alquran. Bahkan dia menangis dan dia berjanji akan mengantar saya ke Semenanjung untuk belajar agama. Bagi saya orang kampung, tidak tahu apa itu Semenanjung. Ketika saya tanyakan ke emak saya tentang Semenanjung, dia mengatakan saya tidak boleh kemana-mana selama emak masih ada, saya hanya boleh berpisah dengan emak kalau emak sudah mati,” cerita Ali.

Tetapi karena banyak anggota keluarga yang mendukung untuk belajar agama, akhirnya di tahun 1976 Ali berkesempatan belajar agama di Kelantan, ia belajar agama di sana hingga tahun 1982. Menurutnya, perlu pengorbanan untuk bisa belajar. Selain itu, ada masa ia harus hijrah ke hutan karena lingkungan sekitar menolak keberadaan seorang Muslim. Di masa itu hanya dua keluarga Muslim di kampungnya, namun Ali yang paling menujukkan keislamannya.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button