Koalisi Berkepuraan
Padahal, di Amerika Serikat ketika proses akhirnya Joe Biden terpilih, sebelumnya pada tahap awal calon Presiden Amerika Serikat ada sekitar 1200 orang, dan hanya berbayar 5000 dollar atau sekitar 75 juta rupiah saja, selebihnya mereka berkeliling berkampanye sesuai pilihan ke negara-negara bagiannya masing-masing sampai ke tingkat penyaringan dan elektoral nasional, tersisalah tiga kandidat yang bakal akan menjadi.
Jadi, kesimpulannya tidak hanya sudah bisa diprediksikan, bagaimana pun, partai oligarki itu dengan sistemnya yang dijalankan sekarang akan semudah membalikkan kedua telapak tangan memenangkannya di Pemilu Pilpres 2024. Jika pun ada peluang calon Presiden dari non partai oligarki nyaris disebut sebagai adanya keajaiban saja. Dan di mana letaknya keajaiban itu?
Keajaiban itu sesungguhnya berada di pundak Jokowi sendiri juga, alias Sang Raja Oligarki. Ketika memang Jokowi sudah tidak mungkin menjabat Presiden lagi sesuai perintah UUD, sebagai hal privilis istimewa Jokowi diharapkan mewariskan legacy seorang pemimpin tokoh kenegarawanan, Jokowi selayaknyalah mendukung penuh setiap ada upaya merevitalisasi dan menyehatkan digdaya guna pemulihan demokrasi.
Ini bisa dianggap oleh bangsa, tidak saja sebagai sikap konsensus positif dan luarvbiasa terhadap concentia kebangsaan, bahkan oleh mantan rakyatnya pun termaafkan, bukan karena dosa berkesalahan, melainkan sebagai bentuk dari empati penghormatan dan kehormatan.
Praksis politisnya, salah satu kunci amat penting dan strategis, Jokowi memulainya dari sekarang dengan membuka pintu judicial review ke Makhamah Konstitusi terhadap pengubahan Preshold 20% ke Preshold 0%.
Bahkan, harus memastikan Preshold 0% dikawal oleh Presiden secara khusus dan tersendiri hingga terwujud. Faktualnya nanti dibuktikan pada
Pemilu Pilpres 2024, ketika partai dan calon baru potensial bermunculan sebagai pilihan alternatif.
Dan ini akan masih dianggap cukup fairness, katakanlah sekalipun manakala Jokowi pun sampai terbuka dan terang-terangan, sudah tidak perlu bermain dengan berkepuraan lagi mengusung Ganjar Pranowo-Erick Tohir mendeformasikannya melalui koalisi tiga partai
KIB Golkar-PAN-PKB. Atau, nantinya paling tidak akan dapat menghapus dugaan dan kesan adanya kecurangan dengan dijalankannya permainan “perlawanan’ itu yang bisa mengunci dan mematikan calon-calon potensial Presiden dari partai-partai yang selama ini berseberangan dengannya itu.
Jika Jokowi tidak lakukan itu, lantas hanya menonjolkan sifat dan sikap nafsu egois dan ambisiusisme dengan memaksakan kehendak oligarki konglomerasi dan partai melanjutkan kekuasaannya lagi dengan melakukan analogi koalisi berkepuraan atau lainnya itu, yang terjadi adalah kehancuran negeri ini. Yang ada nanti penyesalan dan kesia-siaan saja.
Presiden turunannya jika pun memenangkannya, usianya pun bakal seumur jagung karena akan dibarikade oleh revolusi sosial “People Power”, sesungguhnya bak bisul besar bernanah tinggal meletusnya saja yang selama ini sudah sangat menyakitkan secara fisik-lahir dan hati-batin rakyat. Jadi pilih mana? Wallahu’alam Bishawab.
Dairy Sudarman, adalah pemerhati politik dan kebangsaan.