RESONANSI

KPP dan ‘Koalisi Rakyat’ Melawan Oligarki Jilid II

Dikarenakan selama ini faktor Prabowo sebagai consellor sangat super aktif. Alias duta diplomasi secara formal maupun informal satu-satunya yang tengah “memperjuangkan” demi untuk memulihkan hubungan diplomatik antara Israel-Indonesia.

Dan Yahudi Israel bagi Amerika Serikat, terlebih saat pemerintahan Joe Biden saat ini secara politik dan ekonomi masih sangat berpengaruh besar dalam setiap kepentingan pengambilan keputusan kebijakannya.

Pertanyaannya: apakah dengan kekuatan yang sudah sangat paripurna ini —gabungan koalisi besar partai oligarki politik dan ekonomi serta dukungan superioritas dua negara adikuasa itu—akan sudah pasti menjamin kemenangan bacalon Presiden Prabowo Subianto memenangkan kontestasi Pilpres 2024?

Belum tentu. Betapa tidak! Sekuat apa dan bagaimana pun mereka, jangan lupa sesungguhnya tanpa mereka sadari tengah “terjebak”, “terpenjara” dan “terlena” dalam sangkar supra-elitisme kenikmatan kekuasaan Menara Gading —yang sesungguhnya sudah tercerabut dari akar rumputnya, nyaris selama satu dekade semasa rezim penguasa Jokowi di masa lalu.

Itu berarti terkait “rekam jejak” mereka yang sudah pasti terekam oleh rakyatnya apa-apa yang telah dilakukan dan dirasakan, sungguh hanya berakibat semakin menyengsarakannya:

Kemakmuran dan kesejahteraan dirasakan oleh rakyat sangat tidak adil, hanya dirasakan oleh para elit politik beserta kelompoknya saja; termasuk kelompok kekuasaan konglomerasi ekonomi oligarki korporasi domestik dan RRC-Tiongkok yang semakin merajalela dikarenakan di-back up oleh para penguasa yang ternyata juga menjadi pengusaha.

Kompetensi intelektual dan kenegarawanan Presiden Jokowi yang tak mumpuni dalam mengendalikan negara, sehingga hanya menjadi boneka dan petugas partai saja yang partai-partainya di lembaga legislasinya pun sudah dikangkangi oleh para Ketum Partai.

Dan itu sudah merambah dan menular di lingkungan dan wilayah lain setiap lembaga dan komisi tinggi negara: MA, MK, KPK, KY, Kompolnas, Komisi HAM, dsb seolah sudah menjadi bagian perintah satu komando dari Istana. Bahkan, secara internal di Kabinetnya sendiri ada jargon adagium membanggakan bagi para pelakunya “Kabinet Penguasa-Pengusaha”.

Lihatlah coba hasil keroyokan konspirasi kinerja mereka, adalah hanyalah produk UU sungsang dan pincang yang lebih prioritas kepada kepentingan elit politik dan korporasi sendiri dengan mengabaikan kepentingan rakyat kecil: UU Omnibuslaw, UU KPK, UU KUHP, UU BRIN, UU IKN, dsb.

Maka, terjadilah korupsi, kolusi dan nepotisme berjamaah terjadi dimana-mana baik di pemerintahan maupun di sektor privatisasi, sudah bukan rahasia menjadi hal yang lazim dan umum. Bahkan, menjadi bagian lain penyakit kanker kronis yang sel-sel jahatnya itu sudah merebak dan menyebar secara struktural dan kultural akut.

Untuk melanggengkan kekuasaan politik dan ekonomi tersebut rezim berkuasa Jokowi caranya terus-menerus memelihara intrik dan konflik membuat polarisasi terjadi di masyarakat. Rakyat senantiasa diadu domba, sehingga tak ada lagi kekuatan “kebersatuan” melawan rezim. Dibiarkan berseteru rakyat semakin lemah kehabisan energi daya dan porak-poranda.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button