Kurban untuk Kampung Mualaf di NTT
Kampung Muallaf Oeselaen satu-satunya Dusun Muslim di Desa Akle, Kec Semau Selatan, Pulau Semau, Kab Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Walau demikian, gema adzan dari Masjid Nurul Haq Oeselaen, boleh disuarakan lewat loud speaker ke segala penjuru arah. Bahkan dengan volume maksimal agar menjangkau sedesa.
Subhanallah, ternyata panggilan shalat lima waktu itu bermanfaat sebagai petunjuk waktu bagi warga desa yang mayoritas non-Islam.
‘’Adzan subuh sebagai alarm bangun pagi bersiap ke laut atau ladang; Dzuhur pertanda istirahat atau pulang; Ashar waktunya berhenti kerja dan pulang; Maghrib tidak boleh keluar rumah lagi; Isya penunjuk waktu tidur,’’ demikian dituturkan Daeng Rusli Bolos, imam Dusun Oeselaen.
Sungguh, itu menjadi salah satu indikator perkembangan dakwah yang luar biasa.
Tapi, oh, tidak mudah memulai dakwah di Pulau Semau. Masyarakatnya sangat tertutup kepada orang-orang baru, tidak mudah percaya, dan cenderung cuek pada orang lain.
Untuk mengikat hati Muslim Oeselaen yang kala itu masih sangat awam, Ustaz Ramli memulai dakwah dengan memotong hewan kurban di sini.
“Sejak 2007, setiap tahun kita selalu salurkan kurban ke Pulau Semau. Hingga akhirnya tahun 2014 penduduk Pulau Semau mau membuka diri pada kami,” ujar Dai Dewan Dakwah yang sudah bertugas di NTT sejak 1996.
Dengan washilah kurban, dakwah di Semau makin semarak. Masjid makmur dengan shalat berjamaah, pengajian kaum dewasa, anak-anak, kaum wanita pun biasa berbusana muslimah.
‘’Alhamdulillah, sekarang shalat subuhnya sampai dua shaf atau 40-an orang. Selain itu, perhatian dan kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan agama begitu besar. Ada yang dikirim untuk sekolah ke Kupang, Jawa, bahkan STID Mohammad Natsir,’’ papar Ustaz Ramli asal Sapeken, Madura.