Liberalisme, Radikalisme dan Represifisme di Dunia Pendidikan
Liberalisme Menghantui Dunia Pendidikan
Kedua kasus diatas menunjukkan betapa kacaunya dunia pendidikan kita. Di satu sisi membiarkan pemikiran liberal bebas berkembang dengan dalih keilmuan dan kebebasan berpendapat. Sementara ketika bersinggungan dengan Islam, alerginya minta ampun. Bertindak represif terhadap mahasiswa berprestasi yang kritis dan berkomitmen terhadap dakwah Islam. Sementara mahasiswa yang jelas terpapar liberalisme dan menyimpang dari agama malah diberi ruang dan apresiasi.
Liberalisme telah nyata menimbulkan banyak kerusakan di tengah masyarakat. Kebebasan berpendapat membuat siapa saja bisa mengemukakan apa yang ada di kepalanya, meskipun itu menyimpang dari norma dan agama. Bahkan mengacak-acak aturan dan ayat-ayat Tuhan demi kepentingan nafsunya.
Kasus disertasi yang melegalkan zina ini hanya satu contoh dari sekian banyak kasus liberalisasi di dunia pendidikan tinggi kita, khususnya di kampus berlabel Islam. Di kampus-kampus Islam banyak dikaji pemikiran-pemikiran liberal seperti Muhammad Syahrur yang dijadikan landasan teori disertasi ini. Menurut Adian Husain, liberalisasi kampus Islam ini dilakukan dengan terarah dan terencana. Banyak tenaga pengajarnya yang dikirim ke Barat untuk studi Islam. Miris, belajar Islam kepada yang bukan Islam dan tidak ahlinya. Bahkan ada juga kampus Islam yang dosennya non muslim tetapi mengajar mata kuliah keIslaman.
Maka tak aneh jika kita dengar ada Professor yang mengusung Kompilasi Hukum Islam di Indonesia menyatakan bahwa homoseksual dibenarkan oleh al-Quran. kita juga dengar ada yang mengatakan hukum waris laki-laki dua bagian dari perempuan adalah ketidakadilan karena sudah tidak seusai dengan perkembangan zaman. Ada yang ketika orientasi mahasiswa memajang spanduk bertuliskan “Selamat datang di area bebas tuhan”. “kebenaran ada di semua Agama!” “kita tidak mau Tuhan” “saya takut sama akal manusia…”. Dan masih banyak lagi perkataan, ucapan ataupun perbuatan insan perguruan tinggi yang merendahkan agama dan Tuhan.
Dalam salah satu edisinya, Jurnal Justisia yang diterbitkan oleh IAIN Semarang mengambil tema “Indahnya Kawin Sesama Jenis”. Dalam edisi tersebut, disebutkan : “hanya orang primitif sajalah yang melihat perkawinan sesama jenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya”. Cover story yang ditampilkan pun mengambil judul yang sangat provokatif: Indahnya Kawin Sesama Jenis. Padahal sudah jelas bahwa lgbt adalah menyimpang dan haram.
Muara dari semua ini adalah liberalisasi berpikir, meski dengan menjungkirbalikkan dan meruntuhkan bangunan syariat yang telah mapan dan pasti (qath’i). Mengobrak-abrik ajaran Islam demi kepentingan duniawi. Mengacak-acak ayat-ayat Illahi agar sesuai dengan hawa nafsu sendiri.
Radikalisme Menyerang Islam
Radikalisme adalah istilah dari Barat. Ia bukan dari Islam. Radikalisme ini menjadi isu yang sangat mencuat kini dan diidentikkan dengan Islam. Barat melalui berbagai corong medianya menggencarkan isu radikalisme untuk menyerang Islam. Media mainstream dalam negeri juga tak ketinggalan menarasikan radikalisme sebagai sesuatu yang mengancam keutuhan bangsa, menghancurkan umat manusia dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Istilah radikalisme oleh Barat kemudian dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang melahirkan Islamophobia di Barat dan seluruh dunia. Berkat framing buruk dan sesat yang dibingkai oleh Barat dan agennya yaitu para penguasa di negeri-negeri Islam. Alhasil umat pun latah terinfeksi Islamofobia.