OPINI

Liberalisme, Radikalisme dan Represifisme di Dunia Pendidikan

Radikalisme adalah strategi Barat untuk melumpuhkan dan menjauhkan ajaran Islam yang mulia di tengah kaum Muslimin. Agar umat Islam tidak memegang teguh ajaran Islam secara kaffah, melainkan Islam yang tengah-tengah yang bisa dikompromikan dengan situasi dan zaman alias Islam moderat.

Isu radikalisme adalah isu yang dibuat dan dihembuskan untuk mencitra-burukkan Islam. Radikalisme sejatinya diperuntukkan menghadang laju kebangkitan Islam. Memukul sesiapa saja yang dianggap bertentangan dengan rezim yang takut kepentingannya terganggu oleh Islam. Isu ini untuk menghabisi siapa saja yang teguh memperjuangkan Islam kaffah di tengah carut marutnya kondisi bangsa. Isu radikalisme lebih bersifat politis, dipakai suka-suka penguasa manakala Islam menghalangi kepentingan mereka.

Label radikalisme pun disematkan bagi apa dan siapa saja yang teguh menjalankan dan menerapkan Islam secara kaffah. Maka tak heran label radikalisme lekat disematkan kepada kaum Muslimin yang terlihat berpenampilan secara Islami seperti memakai celana cingkrang, cadar, jilbab/kerudung secara syar’i. Umat Islam yang lantang menyuarakan syariah dan Khilafah, serta bangga mengibarkan Bendera Tauhid pun dicap terpapar radikalisme. Pemuda yang teguh mendakwahkan Islam kaffah dituduh terafiliasi dengan aliran sesat dan radikalisme.

Standar Ganda dan Represifisme terhadap Islam

Anehnya, para penganut liberalisme meski mereka menyuarakan kebebasan dalam segala aspek kehidupan, namun itu tidak berlaku jika berkenaan dengan muslim atau Islam. Dua kasus yang tengah hangat belakangan ini, yakni munculnya disertasi yang menghalalkan zina dan pemecatan Hikma Sanggala dari kampusnya dengan tuduhan sesat dan radikal, menjadi contoh terkini. Betapa bebasnya liberalisme berkembang di kampus-kampus, terlebih kampus Islam. Sementara mahasiswa yang gigih memperjuangkan idealismenya (Islam) justru dihadapi dengan represif. Diberhentikan dari kampus, meski tengah menempuh skripsi.

Pelarangan jilbab dan cadar bagi muslimah, namun yang mengumbar aurat dibiarkan saja meski membuat jengah. Kajian Islam dituding menumbuhkan bibit radikalisme, tetapi kegiatan hedonis, hura-hura yang tak jelas manfaatnya malah dianggap membanggakan. Kritis terhadap kebijakan dzalim yang melanggar hak rakyat dianggap menentang pemerintah. Kemudian diancam akan dikeluarkan dari sekolah atau di-DO. Tidak ada ruang untuk klarifikasi dan diskusi, langsung dieksekusi. Pemimpin yang harusnya mengayomi, mengarahkan ke jalan yang benar, membuka pintu untuk kritikan ketika keliru, malah justru memakai tongkat kekuasaannya menghadapi anak-anak muda yang tengah mencari jati dirinya.

Liberalisme dan radikalisme adalah alat Barat untuk membuat kekacauan di tengah umat Islam. Keduanya bertujuan untuk menjauhkan muslim dari ajaran Islam, menghilangkan ideologi Islam dari dada pemeluknya. Agar Islam tidak diambil sebagai penunjuk jalan kehidupan secara keseluruhan. Tetapi cukup sebagai ritualitas ibadah semata, bahkan kalau bisa seminimal mungkin diterapkan dalam kehidupan. Tidak boleh ada Islam kaffah, yang boleh adalah Islam moderat atau setengah-setengah. Siapa saja yang ingin menerapkan Islam kaffah, maka siap-siaplah untuk berhadapan dengan penguasa.

Namun, sesungguhnya upaya mereka siapapun itu untuk menghalangi dan menghentikan terbitnya fajar kebangkitan Islam adalah sia-sia belaka. Karena gerakan kebangkitan ini laksana air yang terus mengalir, meski dihalangi dengan apapun, ia akan tetap menemukan celahnya. Ibarat sinar matahari, sekuat apapun tangan kita menutupinya, tak akan bisa menghentikannya untuk menyinari jagad raya ini.

Benarlah kiranya hadits Rasulullah Saw berikut ini: “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi).

Mereka yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api. Ancaman dan siksaan akan mengiringi siapa saja yang teguh pada agamanya. Hanya mereka yang kuat dan sabar terhadap berbagai ujian duniawai ini yang sanggup bertahan. Dan itu akan menjadi pemberat amal kebajikannya kelak ketika masa penghisaban.

Jadi, pemuda-pemudi muslim teruslah genggam Islam erat-erat. Istiqomahlah dalam taat kepada Rabbmu. Meski cobaan, godaan dan rayuan dunia bersliweran, bersabarlah. Meski perih dan sakit bertahanlah, kuatlah. Sesungguhnya itu semua hanya sementara. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Bersusah-susah kini, insyaaallah pahala dan surga menanti. Wallahu a’lam bishshawaab.

(Dina Dwi Nurcahyani)

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button