Lintasan Perjuangan KH Mas Abdurrahman
Sebelum kedatangan KH Mas Abdurrahman, menurut cerita masyarakat, Menes dulu adalah surga kasino dan lokalisasi prostitusi lewat sinden atau ronggeng yang menggunakan jasa mucikari sebagai narahubung. Di sana juga ada tradisi hubungan seksual bebas di luar nikah setiap malam 15 bulan purnama. (Menapak Jejak Mengenal Watak: 1994)
KH Mas Abdurrahman kembali ketanah air sekitar tahun 1915 M. Para Kiai sepuh menaruh harapan besar pada beliau sebagai sosok yang masih muda dan cerdas agar bisa membawa kondisi masyarakat Menes kearah yang lebih baik. Para Kiai lokal di Menes turut andil dalam fenomena perkembangan pendidikan di Nederland-Indiesch. Gagasan yang akomodatif tersebut, dinamai “Mathla’ul Anwar”, sebuah madrasah yang memakai sistem klasikal, berkelas-kelas. Lahir 29 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Mathla’ul Anwar telah menyambut terlebih dahulu orientasi suci yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Orientasi tersebut sudah diformulakan dengan manjur oleh Kiai-Kiai lokal di Menes yang mempunyai koneksi baik dengan para Kiai di luar Menes. Bersama-sama mewujudkan masyarakat yang mempunyai spritualitas dan intelektualitas yang berimbang. Pada 1916 KH Mas Abdurrahman mengamini penuh pembentukan lembaga pendidikan berupa madrasah dan memberikan nama “Mathla’ul Anwar”, sebelumnya KH Entol M Yasin, KH TB Mohammad Soleh dan para Kiai lokal sepuh melakukan pertemuan terkait urgensi lembaga pendidikan setelah menjalankan pengajian agama untuk umum yang berkala dan berlangsung bertahun-tahun di Menes. (Dirasah Islamiyah I)
KH Mas Abdurrahman selain seorang berdarah biru kesultanan Banten, ia juga santri lulusan Makkah yang sudah tersentuh arus modernisme. Sebagai sosok yang segar ia membawa semangat perubahan dengan berhasrat mengangkat Menes dari kondisi sosial, agama, dan etik yang Poek Mongkleng (Gelap Gulita). Dengan pendirian madrasah pertama Mathla’ul Anwar, yang tanahnya merupakan hasil wakaf saudagar di Menes, KH Mas Abdurrahman merekatkan madrasah dengan seluruh lapisan masyarakat, tanpa sekat. Ia sadar betul bahwa dengan mendekatkan akses pendidikan dan menjadikan madrasah sebagai entitas perlawanan, akan memudahkan perjuangan masyarakat menuju gerakan penyadaran. Sadar akan ketertindasan dan kebodohan, menggerakan masyarakat Mathla’ul Anwar menuju perlawanan kolektif nasional.
Pada awal pendirian, KH Mas Abdurrahman menjadi mudir urusan pendidikan di madrasah Mathla’ul Anwar, segala manajerial sistem pendidikan dan kurikulum dibawah kendalinya. Visi ‘Tempat Terbitnya Cahaya’ tidak terbatas di Menes semata. Ekspansi dakwah yang dilakukan berkat sosok kharismatik KH Mas Abdurrahman berhasil merajut kohesivitas antar Kiai.
Mathla’ul Anwar, Buah Pemikiran KH Mas Abdurrahman
Madrasah yang diinisiasi oleh KH Mas Abdurrahman tidak hanya berkutat pada proses kegiatan belajar mengajar, lebih dari itu madrasah Mathla’ul Anwar menjadi entitas (bentuk) perlawanan terhadap kolonial Belanda yang dijadikan sebagai common enemy (musuh bersama). Posisi KH Mas Abdurrahman sangat tegas bersebrangan dengan kolonial Belanda, selain menjadi penggerak dari entitas perlawanan terhadap penjajahan tadi, ia pernah mengeluarkan fatwa bahwa tidak sah atas perkawinan dari naib yang mendapat chost (biaya) dari Belanda.
Keberadaan dan perannya hampir luput dari pehatian, negara seolah melupakan komitmen kuat KH Mas Abdurrahman dalam memupuk spirit keummatan dan kebangsaan. Ruh kebangsaan dengan menjaga ancaman kebodohan terhadap bangsanya dan menjadikan pendidikan sebagai modal dasar dalam menanamkan semangat perubahan menuju pencerahan adalah wujud kontribusi intelegensinya dengan mendirikan ormas Islam Mathla’ul Anwar yang telah berhasil menghasilkan manusia Indonesia tercerdaskan dengan ribuan madrasah dan membawa Indonesia terlepas dari belenggu imperialisme.