Lintasan Perjuangan KH Mas Abdurrahman
KH Mas Abdurrahman bin Mas Jamal pada 1916 masehi menjadikan pendidikan berbasis madrasah sebagai alat perlawanan dalam melawan eksploitasi kolonial dan dominasi kebodohan. Menurut KH Mas Abdurrahman, pendidikan yang dibuat oleh kolonial adalah kepentingan egoistis, pendidikan yang tidak membebaskan dan diperuntukkan hanya untuk sebagian saja umat manusia. Berbeda dengan pendidikan kolonial, madrasah yang dinisiasi KH Mas Abdurrahman adalah sebagai entitas dari perjuangan kelas, yang mengangkat derajat kaum lemah, kaum tak berdaya, kaum pinggiran, mustadhafin, dhuafa, masakin dengan mempermudah dan mendekatkan mereka semua umat manusia pada akses pendidikan.
KH Mas Abdurrahman sadar betul akan kebutuhan kaum tertindas, ia menjadikan madrasah sebagai modal dasar dalam perjuangan menuju penyadaran (conscientization). KH Mas Abdurrahman melakukan transfer of knowledge, transfer of value, transfer of skill pada masyarakat Menes dengan mendirikan madrasah Mathla’ul Anwar, ia menjadikan Mathla’ul Anwar sebagai sarana perjuangan bagi kebebasan mereka. KH Mas Abdurrahman adalah play maker dari proses pendirian madrasah Mathla’ul Anwar yang kini jumlahnya hampir 2000-an satuan madrasah dari seluruh tingkatan di Indonesia. Dengan kewibawaan, intelektualitas, dan intelegensia yang dimiliki oleh sosok KH Mas Abdurrahman berhasil menjadikan Mathla’ul Anwar sebagai alternatif dan wahana gerakan renaissance (pencerahan).
Terpenting adalah KH Mas Abdurrahman meyakini bahwa pendidikan kaum lemah tidak dapat dikembangkan oleh kolonial, melainkan oleh dan bersama kaum lemah. Kebebasan yang diimpikan oleh masyarakat Menes, seperti bebas dari eksploitasi kolonial dan dominasi kebodohan dilakukan oleh KH Mas Abdurrahman dengan mengolah secara kolektif Mathla’ul Anwar dan membuat masyarakat sekitar muncul satu kewajiban atau sense of belonging terhadap Mathla’ul Anwar.
Mathla’ul Anwar, Lokomotif Pembaruan Pendidikan
Mathla’ul Anwar bersifat keagamaan, independen (non partisan), berprinsip menerapkan akidah Islam menurut ahlussunah wal jama’ah, berfalsafahkan Pancasila yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Mathla’ul Anwar senantiasa mengedepankan harmoni antara agama dan budaya, dan konsentrasi pada pembangunan sumber daya manusia.
Mathla’ul Anwar sebagai organisasi Islam yang besar di kampung mengakomodasi nilai lokal (local wisdom) dan tasamuh terhadap ijtihad ulama. Dalam budaya organisasi, MA membebaskan warganya dalam bermadzhab, selagi tidak keluar pada empat imam madzhab. Karena heterogenitas paham di internal Mathla’ul Anwar maka perdebatan khilafiyah sering terjadi dan merupakan hal yang biasa, tasamuh (toleran) Mathla’ul Anwar dibangun dari internal organisasi terlebih dahulu, sehingga sikap toleran yang terbangun di internal kemudian terluapkan keluar (eksternal).
Adapun tujuan Mathlaul Anwar adalah agar ajaran Islam menjadi dasar bagi kehidupan baik secara individual maupun kolektif. Mathla’ul Anwar adalah salah satu buah legalitas pemikirannya. KH Mas Abdurrahman menjadikan Mathlaul Anwar sebagai lokomotif pembawa gerbong pendidikan modern atau pembaharuan dan pemahaman keIslaman. Ekspansi dakwah dari Menes (kampung kecil di Pandeglang) yang dilakukan oleh para Kiai Mathlaul Anwar dengan titah dari KH Mas Abdurrahman pada masa lampau ke beberapa daerah terkhusus pelosok desa berhasil mencetak dan menciptakan karakter manusia desa lewat pendidikan, jutaan alumni berhasil meneruskan estafeta visi dakwah Mathlaul Anwar dan Islam yang rahmatan lil-alamin.
Enam tahun menuju kemerdekaan, pada 1939, madrasah Mathla’ul Anwar sudah berdiri di tujuh wilayah dakwah di luar daerah dengan puluhan madrasah, pondok pesantren, dan tempat ibadah. Pada periode 1960-an menjadikan posisi Mathlaul Anwar yang tadinya ada di urutan delapan berangsur naik dan berada pada urutan ke-3 ormas Islam terbesar di bawah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.