MASAIL FIQHIYAH

Lokalisasi Perjudian

Maisir dan qimar adalah dua kata dalam bahasa Arab yang bermakna sama. Dalam bahasa Indonesia kata itu berarti judi. Menurut Ibn Katsir kata maysir dalam QS. al-Maidah ayat 90 artinya sama dengan qimar (judi) (Lihat Tafsir Ibn Katsir, Juz II, hal. 92).

Secara istilah menurut Syekh Muhammad Ali As Shabuni dalam tafsirnya, Rawâi‘ al-Bayân fî Tafsîr Ayât al-Ahkâm (I/279), judi adalah setiap permainan yang menimbulkan keuntungan (ribh) bagi satu pihak dan kerugian (khasarah) bagi pihak lainnya. Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam Kitab Halal dan Haram dalam Islam mengatakan hal senada. Menurut Ketua Persatuan Ulama Islam Sedunia itu judi adalah setiap permainan yang mengandung untung atau rugi bagi pelakunya.

Lokalisasi judi secara jelas hukumnya adalah haram, dengan alasan:

Pertama, bertentangan dengan Al-Qur’an. Hukum judi menurut Islam adalah haram, apapun jenis dan bentuknya, besar atau kecil, dilakukan di dalam maupun di luar negeri, tersembunyi maupun terang-terangan. Dulu pernah populer Lotto (Lotere Totalisator) yang diselenggarakan DKI Jaya untuk keperluan pembangunan; Toto KONI DKI Jaya untuk pembinaan olah raga; Nalo (Nasional Lotere) untuk keperluan sosial, atau PORKAS, SDSB, TSSB, dan sebagainya. Semua itu adalah judi; sama halnya dengan judi yang mewabah saat ini, seperti Togel (Toto Gelap). Semua bentuk judi  diharamkan oleh Allah Swt.

”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah [05]: 90)

Nah, jika judinya saja sudah haram, maka melokasisasi judi justru menjadi lebih haram lagi. Dalih dengan melokalisasi judi akan membawa kemanfaatan/keuntungan, baik berupa penambahan pendapatan bagi pemerintah maupun manfaat lainnya jelas tertolak. Allah SWT dalam Surat Al Maidah ayat 90 di atas justru menyatakan bahwa kita akan beruntung jika meninggalkan judi. Selain itu dosa yang diakibatkan dari melakukan perbuatan itu jauh lebih besar, sebagaimana firman Allah SWT:

”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS. Al Baqarah [02]: 219)

Kedua, melokalisasi judi bertentangan dengan hadits Rasulullah Saw, ”Tidak boleh melakukan dharar (menimbulkan bahaya) dan tidak boleh melakukan dhirar (tidak boleh membalas dengan sesuatu yang lebih berbahaya)”, (HR. Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim dan Al Baihaki dalam Kitab Arbain An Nawawi). 

Dari hadits di atas, para ulama ushul fiqh telah menetapkan sebuah kaidah ushul yang berbunyi: “Dharar  itu  tidak  boleh  dihilangkan  dengan  menimbulkan dharar pula.” Para   ulama   ushul   menafsirkan  kaidah  tersebut  dengan pengertian:  tidak   boleh   menghilangkan   dharar   dengan menimbulkan   dharar   yang   sama  atau  yang  lebih  besar daripadanya. Judi adalah perbuatan yang terbukti menimbulkan kerusakan di tengah-tengah masyarakat (penyakit masyarakat), jika dilokalisasi dampak kerusakan yang diakibatkan akan semakin hebat. Di dalam lokalisasi judi akan memunculkan prostitusi/pelacuran, peredaran khamr dan berbagai kemaksiyatan lain yang mengiringi.

Kedua, melokalisasi judi sama artinya dengan menghalalkan yang haram dan memfasilitasi perbuatan kemunkaran. Artinya akan ada kerjasama dalam kemaksiyatan dan pelanggaran terhadap aturan Allah Swt. Jelas hal ini tidak diperbolehkan. Allah SWT berfirman: ”dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. (QS. Al Maidah [05]: 02). Wallahu a’lam bishawab. [MS]

Back to top button