Ma’had Al-Zaytun, NII KW IX dan Intelijen, Apa Hubungannya?
Koordinator liputan Komisi untuk Orang hilang dan Korban NII Zaytun (KontraZ), Taufik Hidayat, tak dapat menahan rasa harunya. Matanya berkaca-kaca saat memulai diskusi dengan redaksi tabloid Suara Islam (SI), Kamis malam (28/4/2011) di kantor Redaksi SI, kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Pria yang lebih dari sepuluh tahun aktif dalam advokasi korban NII itu tak menyangka jika isu yang selama ini ia perjuangkan akhirnya di-blow up secara gencar oleh media massa.
Di sisi lain Taufik juga curiga. Menurutnya kasus-kasus yang berkaitan dengan NII sebenarnya telah lama ada. Hilangnya sejumlah mahasiswa yang di belakang hari diketahui bergabung dengan NII sudah banyak terjadi di kampus-kampus.
Tapi baru sekarang, pasca hilangnya seorang staf di Kementerian Perhubungan Liana Febriani (26) dan sejumlah mahasiswa di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), isu NII kembali diangkat berbagai media. Apalagi kasus ini muncul bersamaan dengan mencuatnya rekayasa persidangan kasus Antasari Azhar dan berbarengan pula dengan penggodokan Rancangan Undang-Undang Intelijen di DPR.
Anehnya meski banyak kalangan mendesak agar NII dibubarkan, pemerintah seolah menutup mata. Nampaknya pemerintah melihat NII belum membahayakan NKRI.
“Secara nasional itu belum masuk kategori ancaman dan tidak menghawatirkan. Namun kalau disebut sudah mengkhawatirkan saya setuju,” ujar Menkopolhukam Jenderal (Purn) Djoko Suyanto, Jumat (29/4/2011).
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar juga mengatakan bahwa aktivitas NII belum dapat dikatagorikan sebagai tindakan makar. Ia malah mendesak agar DPR segera merampungkan RUU Intelijen.
“Terjadi ancaman mulai teror bom dimana-mana sampai NII. Apa ini (RUU Intelijen, red) tidak mendesak dibutuhkan?” kata Patrialis usai meresmikan Law and Human Right Center di Kantor Wilayah Menkum dan HAM, Jl Puputan Raya Renon, Denpasar, Bali, Jumat (29/4/2011).
Sejumlah pejabat negara lainnya juga mengatakan hal senada. Maka menjadi benarlah analisis dan kekhawatiran sejumlah pihak, bahwa isu NII diangkat untuk menggolkan RUU Intelijen yang dinilai bakal menghidupkan rezim represif. Bahkan dalam sebuah diskusi yang digelar Partai Demokrat di kawasan Cikini, Jakarta, pada Ahad (1/5/2011) muncul wacana untuk menerapkan Internal Security Act (ISA) di Indonesia, sebagaimana di negeri jiran Singapura dan Malaysia.
NII KW IX, Asli Produk Intelijen?
Merebaknya kasus NII kemudian dikaitkan dengan keberadaan NII Komandemen Wilayah IX (NII KW IX) yang beroperasi di wilayah Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang dan Banten.
Ditengarai NII KW IX ini sejak puluhan tahun lalu telah berhasil diinfiltrasi oleh aparat intelijen. Sejumlah tokoh petinggi NII adalah binaan intelijen. Menurut politisi AM Fatwa, mantan Wakil Kepala BAKIN Ali Murtopo adalah aktor di balik sepak terjang dan munculnya NII KW IX.
Tokoh NII yang pada mulanya direkrut Ali Murtopo adalah Danu Mohammad Hasan. Penggarapan terhadap Danu terjadi sekitar 1966-1967. Pendekatan intelijen terhadap para tokoh NII sendiri secara resmi telah dimulai pada awal 1965, dengan menugaskan seorang perwira Operasi Khusus (Opsus) bernama Aloysius Sugiyanto.