Maksiat Penyebab Utama Bencana
Kemaksiatan bisa juga berupa segala perkataan yang diharamkan Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti menipu/manipulasi, mengadu domba, memecah belah persatuan umat, menghina, mencaci, menfitnah, menyakiti, ghibah, dan sebagainya
Semua keyakinan, perkataan dan perbuatan tersebut di atas merupakan maksiat yang mengundang bencana atau azab Allah ta’ala. Maksiat tersebut sudah merajalela dalam masyarakat. Bahkan sebahagian maksiat dilegalkan dan menjadi tradisi. Sebahagian lagi dilarang secara resmi oleh negara yaitu maksiat kriminal, namun tetap saja banyak terjadi.
Kewajiban Mencegah Maksiat
Setiap muslim wajib melaksanakan amar ma’ruf (menyeru kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) sesuai kemampuannya.
Allah ta’ala berfirman, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).
Imam Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Maksud ayat ini adalah, harus ada sekelompok dari umat ini yang melakukan tugas dakwah, meskipun sebenarnya dakwah itu merupakan kewajiban bagi setiap individu sesuai dengan kemampuannya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 1/361).
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup, maka ubah dengan lisan. Jika tidak sanggup, maka dengan hati. Yang demikian itu selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Hadits ini menunjukkam bahwa mencegah kemunkaran meruaakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan ataupun hatinya.
Rasulullah Saw juga bersabda, “Demi jiwaku dalam genggaman Allah, kalian benar-benar mau melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar atau (kalau tidak) Allah akan menimpakan kepada kalian siksa dari-Nya, lalu kalian memohon doa kepada Allah maka Dia tidak akan menerimanya.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah).”
Berdasarkan ayat dan hadits-hadits di atas, maka para ulama sepakat mengatakan bahwa melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar hukumnya wajib kifayah sesuai kemampuannya.
Meskipun demikian, kewajiban ini bisa menjadi wajib a’in bila tidak ada orang yang melaksanakannya di suatu kampung atau daerah. Maknanya, setiap individu berdosa jika dia melihat kemunkaran, namun tidak mencegah atau melarangnya.