Mendiamkan Kezaliman Apakah Termasuk Sabar?
Memang benar, ada sementara orang yang beranggapan, jika seseorang membatasi diri dan menjauhkan diri dari manusia, meninggalkan kezaliman dan para pelakunya; ia melihat keharaman sudah merajalela, syariat Allah tidak diamalkan, dan jihad telah ditinggalkan pada kondisi seperti ini, ia tidak mengambil sikap untuk menghadapinya. Bahkan, ia menjauh dan meninggalkan aktivitas nahi munkar; maka sikap yang demikian dianggap sebagai orang yang bersabar.
Atau mereka memahami sabar sekadar menolak penindasan atas dirinya saja. Ia menghindari hal-hal yang mengakibatkan akan ditangkap oleh musuh-musuh Allah, sehingga ia tidak berani mengatakan kebenaran, tidak berani beramal untuk menggapai ridha Allah. Bahkan ia tetap diam, mengurung diri di tempat ibadah. Ia berkata tentang dirinya, “Aku adalah orang yang bersabar.”
Sabar seperti itu bukanlah sabar yang pelakunya dijanjikan surga oleh Allah Swt. seperti dalam firman-Nya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. az-Zumar [39]: 10)
Sebaliknya, sikap seperti itu adalah kelemahan. Rasulullah Saw telah meminta perlindungan kepada Allah dari sifat tersebut. Beliau bersabda: “Aku berlindung kepada Allah dari sifat lemah, dan malas; dari sifat kikir, bingung, kesedihan, dilanda hutang, dan dari paksaan orang-orang kuat.”
Sabar yang sebenarnya adalah ketika kita mengatakan yang hak dan melaksanakannya. Siap menanggung risiko penderitaan di jalan Allah karena mengatakan dan mengamalkan kebenaran, tanpa berpaling, bersikap lemah, atau lunak sedikit pun.
Sabar yang sebenarnya adalah sabar yang telah dijadikan Allah sebagai buah dari ketakwaan. Allah berfirman: “Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf [12]: 90)
Sabar yang sebenarnya adalah mereka yang disertakan oleh Allah dengan para mujahid. Allah berfirman: Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran [3]: 146)
Kesabaran yang sebenarnya adalah kesabaran yang akan semakin memperkuat cita-cita dan akan mendekatkan ke jalan menuju surga, yaitu seperti kesabaran Bilal bin Rabah, Khabab, dan keluarga Yasir. Sebagaimana sabda Rasul Saw: Sabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.
Juga seperti kesabaran Khubaib dan Zaid. Ia berkata: Demi Allah, aku tidak suka Muhammad Saw ditimpa musibah walau hanya dengan duri, sementara aku selamat dengan keluargaku.
Juga seperti kesabaran orang-orang yang menghentikan orang yang dzalim tanpa merasa takut, di jalan Allah, terhadap cacian orang yang suka mencaci. Rasulullah Saw bersabda: Tidak, demi Allah, kalian harus menghentikan orang yang dzalim, kalian harus membelokkan mereka (dari kedzaliman) menuju kebenaran, dan kalian harus menahan mereka dalam kebaikan atau Allah akan mengunci hati sebagian dari kalian disebabkan oleh sebagian yang lainnya dan Allah akan melaknat kalian sebagaimana telah melaknat Bani Israil.