Mengambil Hikmah dari Tokoh-Tokoh Besar
Maret 2021 kemarin, via Zoom juga, saya membahas tentang keteladanan Mohammad Natsir. Saya uraikan di sana bagaimana biografi dan perjuangan Buya Natsir dalam memperjuangkan Islam di Indonesia.
Natsir bisa dikatakan punya pengalaman yang cukup lengkap untuk dijadikan teladan. Ia pernah jadi murid yang berprestasi, guru yang penuh keteladanan, menteri yang hidup sederhana dan pemimpin organisasi yang mumpuni. Pengalaman hidupnya yang lengkap, menjadikan Natsir dalam perjuangan Islam tidak acak-acakan. Ia dan kawan-kawannya menyusun perjuangan Islam, sejak di Jong Islamieten Bond, Partai Masyumi dan Dewan Da’wah dengan sistematis dan penuh perhitungan.
Sehingga tidak heran, para intelektual-intelektual muda saat itu, seperti Amien Rais, Kuntowijoyo, Imaduddin Abdurrahim dan lain-lain, selalu mendatangi Natsir untuk minta nasihat, berdiskusi atau bimbingan. Bahkan presiden Indonesia saat itu–sebelumnya Perdana Menteri Jepang- sering meminta tolong kepada Natsir untuk memecahkan masalah di tanah air.
Para aktivis Islam boleh mempelajari Hasan al Bana, Sayid Qutb, Taqiyudin an Nabhani, Abdullah bin Baz, Said Nursi, Abdullah Azzam, Abul Ala Maududi dan lain-lain, tapi dalam perjuangan di Indonesia, mesti mempelajari para pahlawan/ulama di tanah air. Karena merekalah yang lebih paham tentang seluk beluk perjuangan di tanah air.
Lihatlah bagaimana Rasulullah selalu berunding dengan para sahabat dalam perjuangan menegakkan Islam di Mekkah-Madinah. Rasulullah, meskipun mendapat wahyu senantiasa mencari jalan terbaik agar risalah Allah ini mencapai kemenangan. Jadi dalam perjuangan, selain semangat, diperlukan juga strategi dan taktik yang tepat sehingga umat Islam tidak menjadi bulan-bulanan para musuh Islam.
Para pejuang Islam yang mau mengambil hikmah dari para pejuang terdahulu, insyaallah akan melangkah dengan sistematis menuju kemenangan Islam. Mungkin saja mereka mengalami kekalahan untuk sementara waktu, tapi jalan kemenangan telah nampak di depan mata.
Maka, hal yang salah bila ada yang mengatakan bahwa tokoh-tokoh Islam terdahulu telah gagal dalam perjuangan di Indonesia. Buktinya Piagam Jakarta gagal jadi konstitusi negara kita. Ini adalah anggapan yang salah. Meski para tokoh Islam itu gagal dalam perjuangan piagam Jakarta, tapi dalam aspek-aspek lain mereka telah berhasil. Lihatlah pendidikan kita yang dulu dikuasai asing dan non Muslim, kini banyak diwarnai pendidikan Islam. Lihatlah jilbab yang merebak di tanah air, lihatlah kantor-kantor yang diwarnai pengajian, masjid-masjid kampus yang dipenuhi mahasiswa dan lain-lain.
Perjuangan Islam laksana lari estafet. Generasi kini menerima amanah dari generasi sebelumnya. Dan itu akan terus berlangsung, baik di tanah air maupun di kawasan dunia yang lain. Di tanah air, kita melihat ada usaha untuk menghambat bahkan mengriminalisasi adanya Islamisasi ini.
Kini, umat Islam dituduh radikal. Pejabat-pejabat yang bagus keislamannya, karena tuduhan radikal ini, disingkirkan alias tidak naik pangkat. Kampus-kampus diawasi dan dihambat arus dakwahnya. Tokoh-tokoh Islam dikriminalisasi. Politik umat Islam dibonsai. Fenomena ini mirip ketika umat Islam Indonesia dibawah Orde Lama atau awal Orde Baru.
Kita mesti mengambil iktibar dari sikap tokoh-tokoh Islam dulu menghadapi rezim yang tidak bersahabat dengan Islam. Dengan memetik pelajaran dari tokoh-tokoh besar di tanah air, maka insya Allah dalam perjuangan juga akan menghasilkan kemenangan yang besar. Karena sejarah terus berulang. Mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, akan terperosok terus menerus. Wallahu azizun hakim. []
Nuim Hidayat, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Depok