NUIM HIDAYAT

Mengambil Hikmah dari Tokoh-Tokoh Besar

Kenapa Sabtu kemarin (17/4) saya membedah pemikiran politik Hasan Al Bana dan Sayid Qutb?

Itulah pertanyaan yang diungkap Ustadz Anto kepada saya ketika memulai diskusi di Zoom. Saya menjelaskan bahwa dua tokoh itu adalah tokoh besar gerakan Islam terbesar di dunia Ikhwanul Muslimin. Gerakan yang mempunyai cabang lebih dari 70 negara.

Hasan Al Bana mendirikan Ikhwan ketika berumur 22 tahun. Sejak kecil ia sudah nampak bakat kepemimpinan dan kealimannya. Ketika remaja ia sudah membuat kelompok amar makruf nahi mungkar. Pribadinya mempesona. Ia berorasi dengan sangat bagus dan menulis juga indah. Di samping itu adabnya, keilmuannya dan kasih sayangnya kepada sesama Muslim juga patut menjadi teladan. Ia juga sangat mencintai keluarga dan negerinya.

Sayid Qutb adalah mujahid dan ulama. Seluruh hidupnya ia gunakan untuk memperjuangkan Islam. Lebih dari 25 kitab telah ditulisnya dan hampir semuanya best seller. Buku-bukunya diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Perancis, Turki, Rusia, Cina, Indonesia dan lain-lain.

Tiap keluar tulisan atau bukunya masyarakat Muslim, khususnya di Mesir menyambut dengan gegap gempita. Syekh Yusuf Qaradhawi menceritakan bagaimana di masa mudanya ia begitu antusias bila terbit buku Sayid Qutb. Saking best seller-nya, hingga sebuah percetakan buku di Mesir menasihati percetakan buku yang bangkrut di Mesir agar mencetak buku-buku Sayid Qutb bila ingin percetakannya tumbuh kembali.

Tapi sayangnya Qutb juga banyak disalahpahami. Ada kelompok yang anti Sayid Qutb. Mereka tidak mau membaca dan mengharamkan bukunya. Kelompok ini mendapat dukungan dari sebagian ulama Saudi. Ada kelompok yang mengidolakan Qutb berlebihan. Sehingga mereka menghalalkan terorisme. Karena menganggap dalam perjuangan harus menyerahkan jiwa juga sbgmn Sayid Qutb. Kelompok ini tidak memahami biografi Qutb dgn baik. Qutb bukan hanya belajar ilmu Islam scr sungguh-sungguh tapi juga belajar ilmu Barat. Lebih dari dua tahun Qutb ke Amerika untuk mengambil master dalam pendidikan.

Justru di Amerika Qutb tertarik pada Ikhwan. Yaitu ketika ia melihat saat Hasan Al Bana dibunuh oleh tentara raja Fuad di Mesir, tokoh-tokoh Amerika berpesta pora. Dari situ Qutb kemudian tahu bahwa Al Bana adalah tokoh besar. Maka ketika ia kembali ke Mesir tahun 1952, ia bergabung dengan Ikhwan.

Jadi Qutb memperjuangkan Islam dengan strategi dan manajemen yang baik. Bukan ngawur cara teroris. Hanya karena kebengisan Presiden Mesir Gamal Naser sehingga Qutb harus mendekam sepuluh tahun dalam penjara.

Buku-buku Qutb yang sangat bagus dalam menyadarkan umat tentang kebobrokan peradaban Barat dan antrk-anteknya di dunia Islam, menjadikan Qutb dimusuhi oleh para orientalis. Mereka tidak ingin kaum Muslim mempelajari buku Qutb. Apakah buku Maalim fith Thariq, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Al Adalah Ijtimaiyah, dll. Abdullah Azzam tokoh mujahid Afghan saja mengingatkan bahwa intelijen Amerika pernah khawatir dgn buku Maalim fith Thariq yang dicetak lebih 10 ribu di Mesir saat itu. Sehingga tahun 2003 dalam pertemuan intelijen dan akademisi di Amerika, Sayid Qutb ditetapkan sebagai The Founder of Terrorism.

Dengan mempelajari tokoh-tokoh besar Islam, kita akan banyak mengambil hikmahnya. Semangat jihadnya, keilmuannya, kepribadiannya dan lain-lain.

Tentu kita di Indonesia harus juga mempelajari tokoh-tokoh besar di sini. Mulai dari pahlawan kemerdekaan, para wali, tokoh-tokoh Masyumi dan lain-lain. Dengan mempelajari keilmuan dan perjuangan mereka, maka insyaallah batu bata perjuangan yang ditorehkan oleh tokoh besar sebelumnya dapat ditata dan dilanjutkan dengan baik. Bila tidak, maka perjuangan Islam akan acak-acakan dan tidak membawa hasil.

Kita perlu belajar dari Walisongo, Diponegoro, Hamka, Agus Salim, Tjokroaminoto, Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, Agus Salim, Mohammad Natsir dan lain-lain.

***

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button