Mengembalikan Peran Mulia Perempuan
Sementara itu peran di ranah publik, maka terdapat serangkaian kewajiban yang diberikan kepada perempuan termasuk dalam politik. Di antaranya adalah kewajiban untuk beramar mar’ruf nahiy munkar, kewajiban untuk mendidik sesama perempuan, kewajiban untuk turut serta dalam penegakan syariat Islam, memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam majelis umat, hak untuk beraktivitas dalam partai politik, dan melakukan muhasabah kepada penguasa.
Kedua peran tersebut adalah beban hukum yang diberikan Allah kepada perempuan. Namun begitu, Allah Swt tidak akan membebani seorang hamba kecuali sesuai dengan kemampuannya. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (TQS. Al Baqarah [2]: 286)
Sinergitas berbagai peran tersebut mutlak untuk direalisasikan oleh perempuan. Dijalankannya masing-masing peran tersebut tidak boleh saling mendominasi atau menghalangi. Ini berarti membutuhkan kemampuan perempuan untuk bisa menunaikan seluruh perannya tersebut sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah Swt.
Berkaitan dengan bekerja, maka Islam membolehkan perempuan untuk berkiprah di sana. Namun hal ini tentu tidak boleh menyebabkan terjadinya pengabaian terhadap kewajiban-kewajibannya yang lain yaitu misalnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.
Bila pada prakteknya, terjadi benturan dalam pelaksanaan peran-peran itu, maka harus ada prioritas amal mana yang didahulukan untuk dikerjakan. Tentu saja kewajiban harus ditunaikan secara sempurna terlebih dahulu daripada amal-amal sunnah terlebih lagi hal-hal yang mubah. Namun begitu prioritas amal ini, bukan berarti dibolehkan untuk meninggalkan amal yang lain. Melainkan tetap harus dilaksanakan secara sempurna juga.
Melihat begitu besarnya peran yang diberikan oleh Islam di pundak perempuan, rasanya tak berlebihan bila dikatakan perempuan adalah pilar peradaban. Bila pilar itu kokoh, maka peradaban yang dibangun akan kuat. Bila pilar itu lemah, maka peradaban itu akan rapuh. Begitulah Islam telah meletakkan perempuan dengan posisinya yang begitu mulia. Wallahu’alam bisshowab.
Dwi Indah Lestari, Aktivis Muslimah.