Mengintip Tradisi Pengajian Majelis Taklim Kitab Kuning di Jakarta

Jakarta biasanya dikenal sebagai kota dengan kehidupan yang lahiriah saja dengan beragam pesonanya. Namun, ada beberapa sudut Jakarta yang masih memiliki denyut spiritual yang menghidupkan sendi-sendi agama.
Berdasarkan hasil riset Jakarta Islamic Centre (JIC) dari 2016 sampai dengan 2018, terdapat 234 majelis taklim kitab kuning di Jakarta.
Majelis ini setidaknya mengajarkan 111 kitab kuning dari berbagai ilmu, seperti al-Quran, hadist, fiqih, tauhid, akidah, tasawuf, dan sirah (sejarah hidup). Dengan beragam kitab seperti, Tafsir Jalalain, Ruhul Bayan (tafsir sufistik), Shahih Bukhari, Bulughul Maram, Fathul Qarib, Fathul Muin, Bidayatul Mujtahid, Daqaiqul Akhbar, Durratun Nashihin, dan Khulasah Nurul Yaqin.
Di masyarakat Betawi, ada tiga jenis institusi pendidikan yang dijadikan tempat untuk mendidik anak-anak mereka di bidang agama, yakni pesantren, madrasah, dan majelis taklim.
Majelis taklim di Jakarta merupakan institusi pendidikan yang memiliki fungsi strategis dalam memaksimalkan masjid sebagai tempat pendidikan umat. Hal ini dikarenakan, sebagaian besar majelis taklim dari dulu sampai sekarang, khususnya di Jakarta, menjadikan masjid sebagai tempat aktivitas penting dalam melahirkan ulama Betawi yang mumpuni di bidangnya.
Majelis taklim kitab kuning di Jakarta memiliki beberapa ciri khas, salah satunya adalah memiliki sanad keilmuan. Di Jakarta, sanad keilmuan dapat dengan mudah terlihat jika berkunjung ke rumah seorang ulama. Biasanya di depan rumah atau ruang tamu terpajang sebuah bagan jaringan keilmuan pemilik rumah yang terbingkai dan ditulis dalam bahasa Arab.
Ijazah diberikan kepada pemilik rumah oleh gurunya dalam bentuk pernyataan, diantaranya melalui perkataan, “ajaztuka”, yang artinya, “Aku mengijazahkan (ilmu ini) kepadamu”. Begitu seterusnya yang silsilah atau sanad keilmuannya sampai kepada Rasulullah Saw. Proses pemberian ijazah ini sebagai bentuk yang dikatakan oleh Abu Yazid al-Bustami, yakni “Man la syaikhah, fasysyaithanu syaikhah” (barangsiapa belajar tanpa guru, maka syaitanlah gurunya).
Adapun pembelajaran kitab kuning di majelis taklim Jakarta ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya mendambakan Jakarta yang lebih religius. Mengingat dibalik gemerlapnya Jakarta yang menawarkan kehidupan duniawi. Masyarakat masih memiliki jalan hidup yang lebih lurus dan terjaga.
Selain itu, tujuan lainnya adalah menjaga sanad keilmuan. Penjagaan keilmuan ini sangat penting karena dapat melihat adanya kesinambungan para pengajar ilmu keislaman dari generasi ke generasi yang terus terjadi dan terjaga dengan baik. Sehingga tidak kehilangan para pengajar yang memiliki sanad yang jelas dan umat tidak akan tersesat jika mengaji kepada mereka.

Di dalam buku yang berjudul, “Majelis Taklim Kitab Kuning di Jakarta” tahun 2019 ini, setidaknya membagi majelis taklim kitab kuning berdasarkan wilayah yang tersebar di Jakarta seperti Jakarta Pusat, Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Kepulauan Seribu.
Beberapa majelis taklim yang mengajarkan kitab kuning di Jakarta Selatan adalah majelis taklim Al-Bahtsi Wal Tahqiq Assalam. Majelis ini merupakan pengajian keliling dari masjid ke masjid, setiap dua minggu sekali, yakni hari Sabru, waktunya subuh berjamaah. Sejak tahun 1993 sampai saat ini pengajian sudah diadakan sebanyak 377 kali.
Guru perintis majelis ini adalah Syekh Ahmad Nahrawi Abdus Salam. Adapun kitab kuning yang diajarkan adalah kitab Syafi’i Madzhabaihi dan Al-Qodim wal Jadid. Selain itu, ada majelis taklim Masjid al-Muttaqien. Majelis ini berlokasi di Jl. Terogong II RT 09/10 No 24, Cilandak Barat Jakarta Selatan. Pengajian pertama diajarkan oleh KH. Ahmad Mazani, beliau mengajarkan kitab fikih Matan Ghoyah Taqrib. Taklim rutin lainnya mengaji kitab Tanhibul Ghafilin, kemudian kitab Sullamut Taufiq ila Mahabbatillah, Kasyifatus Saja‘, dan Tafsir al-Jalalain.