OPINI

Menhan Prabowo Menolak Mundur?

Setelah berhari-hari diam dalam sunyi, DPP Partai Gerindra akhirnya menyampaikan pernyataan resmi soal penangkapan kadernya, Menteri KKP Edhy Prabowo.

Respon itu sangat terlambat. Lebih dari 3 x 24 jam.

Edhy Prabowo ditangkap di Terminal 3 Bandara Soetta, Cengkareng, Rabu dinihari (25/11) pukul 00.30 Wib. Sementara pernyataan resmi partai baru Jumat petang (28/11).

Dari sisi komunikasi politik, kerusakan sudah terjadi. The damage has been done.

Berita di media massa sangat massif. Umumnya menuntut agar Prabowo segera memberi penjelasan.

Di media sosial lebih sadis lagi. Meme, potongan video, maupun arsip berita lama tentang Prabowo, bermunculan bagai air bah.

Image yang lekat dalam ingatan publik, Prabowo adalah figur yang sangat anti korupsi. Jejak digitalnya mudah dicari. Tinggal di-recall, ingatan publik segera kembali.

Jadi jangan kaget kalau muncul potongan video, atau link berita: ”Korupsi di Indonesia Sudah Stadium Empat!”

“Prabowo Akan Masukkan Sendiri ke Penjara kader Gerindra yang Korupsi.” Dan yang lebih sensasional adalah janji Prabowo akan mengejar koruptor sampai ke Antartika!

Ketika muncul kasus Edhy, orang kepercayaannya kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, wajar bila ekspektasi publik terhadap Prabowo sangat tinggi. Publik menuntut janji Prabowo.

Untuk kasus-kasus semacam ini, harusnya cepat dilakukan mitigasi. Bahkan harus ada semacam manual book, buku panduan jika terjadi hal-hal semacam ini. Sehingga tidak ada kesan partai tergagap-gagap.

Politisi, apalagi yang menjadi pejabat publik ditangkap karena menerima suap atau korupsi, bukankah sudah jamak? Harus ada antisipasi jauh-jauh hari.

Benar bahwa Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad sudah memberi keterangan media. Namun sifatnya hanya normatif, bahwa Prabowo sudah mendengar informasi penangkapan Edhy.

Pilihan “hanya” Sekjen yang menyampaikan penjelasan, secara komunikasi politik sudah benar.

Penangkapan pejabat sekelas menteri, setelah KPK sekian lama mati suri, harus disikapi dengan hati-hati. Ada nuansa pertarungan politik tingkat tinggi, yang harus dihitung dengan cermat dan infonya harus akurat.

Bila Sekjen salah menyikapi, maka kesalahannya masih bisa diperbaiki oleh Ketua Harian. Prabowo bisa berperan sebagai last resort jika di level bawahnya terjadi kesalahan.

Contohnya pada kasus klaim bahwa Prabowo berperan dalam kepulangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab.

Isu ini sangat sensitif bila dikaitkan dengan posisi Gerindra sebagai partai pendukung pemerintah.

Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad kala itu langsung menyampaikan ralat. Dia menyalahkan media dan menyebutnya sebagai “isu liar.”

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button