Merenungi Al-Qur’an (3)
Kita lanjutkan pagi ini renungan kita pada Al-Qur’an. “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS al Baqarah 3)
Kita telah membahas tentang arti sangat pentingnya beriman kepada yang ghaib. Kini kita lanjutkan tentang vitalnya kewajiban shalat.
Shalat lima waktu seperti kita tahu, diwajibkan lewat peristiwa khusus yang monumental, lewat Isra’ Mi’raj. Sebuah kejadian luar biasa, di luar akal manusia. Bagaimana mungkin seorang manusia bepergian dari Makkah ke Masjidil Aqsha (Palestina), kemudian naik ke langit (mi’raj) menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Dalam perjalanan menuju Allah itu juga Nabi Muhammad saw bertemu dengan para Nabi. ‘Bahkan dikisahkan Rasulullah mengimami para Nabi di Masjidil Aqsha’.
Peristiwa ini ketika dikisahkan kepada masyarakat Arab saat itu, banyak yang tidak percaya. Mengguncang keyakinan mereka. Apakah mungkin manusia menempuh perjalanan dalam waktu semalam dari Makkah ke Masjidil Aqsha dan kemudian menembus lagit? Para orientalis di zaman modern juga menertawakan hal ini.
Bila banyak orang mengingkari kisah yang disampaikan Rasulullah, tidak bagi sahabat Nabi, Abu Bakar ra. Sahabat dekat Nabi ini membenarkannya. Ia tahu bahwa sejak kecil Nabi tidak pernah berbohong. Begitu juga ketika remaja dan dewasa, selalu jujur. Mungkinkah orang yang karakternya jujur tiba-tiba berbohong? Bukankah menceritakan peristiwa Isra’ Mi’raj itu bisa menambah ketidakpercayaan masyarakat Makkah terhadap Rasulullah saat itu?
Karena Nabi adalah utusan Allah, ia ‘tidak peduli’ masyarakat Arab mau mempercayainya atau tidak, yang penting ia menyampaikan wahyu dari Yang Maha Pengasih. Yang penting ia bicara jujur.
Seseorang yang dimuliakan Allah (Rasul) diberikan Allah sebuah kemukjizatan agar masyarakat mempercayainya. Rasul juga kadang mengalami kejadian-kejadian yang luar biasa, dimana manusia biasa tidak mengalaminya. Berbagai keistimewaan itu diberikan Allah kepada RasulNya agar manusia mengimaninya.
Rasul berbicara kepada pohon, Rasul berbicara kepada orang yang meninggal dunia, Rasul melihat surga dan neraka, Rasul memahami secara mendalam psikologi sahabat-sahabatnya dan sejenisnya, adalah hal-hal yang di luar akal manusia. Kehebatan-kehebatan yang diberikan Allah khusus kepada Rasul-RasulNya ini agar manusia percaya kepada kemahakuasaan Allah. Percaya kepada wahyu yang diturunkan Allah kepada RasulNya, yaitu Al-Qur’an.
Sekarang kita kembali kepada ciri orang yang bertakwa yang kedua, yaitu menegakkan shalat. Bagi orang yang bertakwa shalat bukan hanya kewajiban, tapi sudah menjadi kebutuhan. Ia tidak akan meninggalkannya, meskipun diberi uang satu triliun untuk meninggalkannya. Ia tidak akan meninggalkannya, walaupun diancam nyawanya melayang kalau melakukan.
Shalat menjadikan hati seorang mukmin tenang. Shalat menjadikan seorang mukmin berbahagia. Shalat adalah kenikmatan. Rasulullah menyatakan shalat adalah mi’rajnya orang mukmin.
Hati yang diciptakan Allah menemukan kebahagiaan, ketika ‘menemui’ Rabbnya. Maka jangan heran ada sahabat Rasulullah yang minta dicabut panah dari tubuhnya saat ketika shalat.
Shalat juga menjadikan seorang Muslim disiplin dalam kehidupannya. Shalat yang khusyu’, memahami bacaan-bacaannya, menjadikan seseorang khusyu’ (sungguh-sungguh) dalam bidang lainnya.