NUIM HIDAYAT

Merenungi Makna Surat al Mulk (2)

اَمَّنْ هٰذَا الَّذِيْ يَرْزُقُكُمْ اِنْ اَمْسَكَ رِزْقَهٗ ۚ بَلْ لَّجُّوْا فِيْ عُتُوٍّ وَّنُفُوْرٍ

“Atau siapakah yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? Bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran).” (al Mulk 21)

Rezeki memang pemberian dari Allah. Allah menanggung rezeki kita sejak kita dalam kandungan. Ketika kita keluar menjadi bayi, Allah kasih rezeki dari air susu ibu. Ketika kita belum baligh Allah kasih rezeki dari orang tua atau orang lain yang peduli anak-anak. Sehingga sampai dewasa ‘mencari rezeki sendiri’. Kadang-kadang rezeki kita lancar, kadang-kadang seret. Meski usaha ke arah sana sama. Karena itu dalam masalah rezeki ini Allah menganjurkan untuk saling berbagi. Sebab di dunia ini selalu ada yang dimudahkan Allah rezekinya dan ada yang dipersulit.

Firman Allah, “Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat.” (ar Ra’d 26).  

“Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki, sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (an Nahl 71)

Maka jangan  sampai seorang Muslim yang diberi kekayaan Allah, kemudian pelit dan bersikap sombong. Seolah-olah kekayaan itu hasil usahanya sendiri, tidak ada ‘campur tangan Allah’. Al-Qur’an mengisahkan orang yang kaya raya tapi bersikap sombong, yaitu Qarun. Laki-laki ini menjadi pujaan banyak orang saat itu, karena kekayaan sering disimbolkan dengan kehormatan dan kemuliaan. Tapi Allah membenamkan Qarun agar menjadi pelajaran bagi manusia setelahnya. Yaitu kemuliaan seseorang bukankah ditentukan banyak sedikitnya harta, tapi ditentukan oleh tinggi rendah ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Firman Allah, “Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.

Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta) itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu bahwa sesungguhnya Allah telah membinasakan generasi sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Orang-orang yang durhaka itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.

Maka, keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, “Andaikata kita mempunyai harta kekayaan seperti yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”

Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata, “Celakalah kamu! (Ketahuilah bahwa) pahala Allah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. (Pahala yang besar) itu hanya diperoleh orang-orang yang sabar.”

Lalu, Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (al Qashash 76-81). []

Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Kota Depok.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button