SUARA PEMBACA

MES Yes, Transaksi Dinar Dirham No?

Publik dikejutkan dengan penangkapan Zaim Saidi, oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri. Beliau adalah inisiator, penyedia lapak dan pengelola Pasar Muamalah di Tanah Baru Depok. Beliau membentuk pasar muamalah bagi komunitas masyarakat yang ingin berdagang dengan aturan dan tradisi pasar di zaman Nabi.

Pasar ini sudah beroperasi sejak tahun 2014, yang digelar tiap dua pekan di hari Ahad. Terdapat 10 sampai 15 pedagang, yang menjual bahan-bahan pokok, makanan, minuman hingga pakaian.

Dalam pasar muamalah tersebut, tidak hanya menyediakan penukaran mata uang rupiah ke dinar atau dirham. Tapi transaksi perdagangannya juga menggunakan dinar dirham. Dinar yang dipakai adalah koin emas seberat 4,25 gram emas 22 karat. Dan dirham adalah koin perak 2,975 gram perak murni. Nilai tukarnya disesuaikan dengan acuan PT Antam. Saat ini nilai tukar dinar setara Rp4.000.0000 dan nilai satu dirham setara Rp73.500.

Zaim Saidi pun dijerat dengan beberapa pasal. Yaitu pasal 9 UU nomor 1 tahun 1946, tentang larangan membuat benda semacam mata uang atau uang kertas untuk dijadikan alat pembayaran yang sah. Dan pasal 33 UU nomor 7 tahun 2011 tentang sanksi orang yang menolak pembayaran dengan mata uang rupiah. Yaitu pidana kurungan paling lama 1 tahun penjara dan denda uang sebesar 200 juta rupiah (Republika.co.id, 3/02/2021).

Publik mempertanyakan penangkapan Zaim Saidi. Karena kontraproduktif dengan keberadaan beberapa organisasi ekonomi syariah yang dilegalkan oleh pemerintah. Bahkan ketua organisasi tersebut bertabur bintang (pejabat). Seperti Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) yang ketua umumnya Erick Thohir, Ketua Dewan Pembinanya Ma’ruf Amin dan Wakil Ketua Dewan Pembinanya Puan Maharani. Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), yang Ketua Umumnya Sri Mulyani. Juga terdapat Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang Ketuanya adalah Presiden Jokowi dan Wakil Ketuanya Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Berbagai organisasi ekonomi syariah tersebut memiliki visi misi yang serupa. Tercantum dalam AD/ART organisasi tersebut. MES untuk mengembangkan dan mempercepat penerapan sistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. KNEKS untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi pelaksanaan rencana pembangunan nasional bidang keuangan dan ekonomi syariah. Dan IAEI sebagai wadah pakar ekonomi Islam yang memiliki komitmen dalam mengembangkan dan menerapkan ekonomi syariah.

Artinya keberadaan berbagai organisasi tersebut berupaya untuk menerapkan dan mengembangkan ekonomi dan keuangan berbasis syariat Islam. Penggunaan dinar dan dirham bagian dari keuangan syariah. Ketika diterapkan dalam transaksi muamalah, lantas mengapa ditangkap?

Syariat Islam yang Parsial

Dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariat sangat pesat. Tidak hanya di Indonesia yang mayoritas muslim. Tapi juga di lebih dari 50 negara lain, termasuk negara yang mayoritas non muslim. Potensi tersebut mencakup sektor keuangan komersial dan sosial syariah.

Data tahun 2020, sektor keuangan komersial membukukan aset yang luar biasa. Baik dari perbankan, asuransi, saham dan outstanding sukuk syari’ah. Kontribusi total aset pasar modal dan kapitalisasi syariah berturut-turut 29 % dan 24 % dari total produk domestik bruto (PDB) nasional. Yaitu sebesar Rp4.569 triliun dan Rp3.745 triliun (bareksa.com, 30/11/2020).

Untuk sektor riil, investasi dalam industri halal baik dari makanan, fashion, kosmetik, farmasi, media dan pariwisata, telah menghasilkan nominal yang tidak sedikit. Tahun 2017 saja mencapai 218,8 miliar dolar. Investasi ini diperkirakan terus tumbuh dengan rata-rata sebesar 5,3 % tiap tahunnya. Belum lagi dari ibadah haji dan umrah yang rutin setiap tahun dilakukan. Dengan jumlah jamaah haji dan umrah Indonesia terbanyak ke dua di dunia (katadata.co.id, 17/04/2020).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button