OPINI

Mimpi ‘Silicon Valley’ Indonesia, Antara Investasi dan Riset Teknologi?

Peleburan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat publik kecewa. Publik juga mempertanyakan kepentingan pemerintah yang memutuskan umembentuk Kementerian Investasi. Kebijakan ini pun tampak mendewakan investasi dan mengecilkan riset.

Padahal sehari sebelumnya viral di media sosial, rencana pemerintah membangun Bukit Algoritma semacam Silicon Valley di Amerika Serikat. Lalu, bagaimana mimpi ‘Silicon Valley’ Indonesia dapat terwujud, jika ekosistem riset sains dan teknologi saja dikebiri?

Sebagaimana diberitakan tirto.id, 10/4/2021, Indonesia berencana membangun pusat pengembangan industri, teknologi 4.0, dan sumber daya manusia di Cikidang dan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat, bernama Bukit Algoritma. Proyek yang digadang-gadang akan dibangun seperti Silicon Valley milik Amerika Serikat ini, disebut akan dibangun di atas lahan seluas 888 hektare dengan dana Rp18 triliun.

Peneliti Center of Innovation and Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Hanif Muhammad ikut berkomentar merespons proyek ini. Ia pesimistis, proyek Bukit Algoritma ini bakal berhasil seperti Silicon Valley di Amerika Serikat. Ia bahkan memprediksi proyek tersebut bakal gagal seperti program Science Techno Park 2015-2019.

Komentar senada datang dari Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda. Ia mengatakan rendahnya anggaran pemerintah untuk proyek-proyek riset dan pengembangan (research and development) menjadi salah satu penyebab kegagalan proyek-proyek ‘Silicon Valley’ lainnya. Mengingat jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia menjadi negara dengan anggaran R&D (research and development) yang mini. Anggaran R&D dari swasta pun tak jauh beda, lebih rendah dari negara-negara lainnya. (cnnindonesia.com, 15/4/2021).

Bukit Algoritma seolah menjadi ide besar yang tidak berisi. Proyek yang tampak prestisius, tetapi tanpa visi kemaslahatan bangsa. Tidak berkaca diri, mimpi membangun ‘Silicon Valley’, tetapi riset sains dan teknologi justru dikebiri. Padahal kedua hal tersebut merupakan pondasi membangun sains dan teknologi yang mumpuni.

Semestinya menjadi catatan bersama, salah satu syarat sebuah negara dikatakan mampu menguasai sains dan teknologi, adalah ketika mampu membangun ekosistem riset sains dan teknologi, yang bertujuan untuk menyelesaikan berbagai problematika yang dihadapi negaranya. Ekosistem inilah yang nantinya membentuk sistem industri sebagai aplikasi nyata dari hasil riset dan inovasi tersebut.

Namun sayangnya hari ini, kemajuan sains dan teknologi justru dikendalikan penuh oleh para kapitalis global. Dengan prinsip kapitalistiknya yakni knowledge based economy (KBE), dunia Islam tak terkecuali Indonesia, hanya dijadikan objek dan pasar mereka. Riset sains dan teknologi pun dibangun atas asas untung rugi ala kapitalisme. Tidak heran, jika berbagai program riset sains dan teknologi perguruan tinggi di negeri ini, diadakan dan didanai oleh asing untuk melayani kepentingan industri asing milik para kapitalis global.

Alhasil, kondisi ini pun menempatkan negeri ini pada posisi ‘pekerja’ dan ‘penikmat’, alias konsumen atas produk dan layanan teknologi dipasarkan massif membanjiri negeri. Di satu sisi, kurangnya dukungan pemerintah terhadap riset sains dan teknologi, membuat negeri ini pun terancam kehilangan SDM terbaiknya. Tidak sedikit kasus ilmuwan Indonesia yang lebih memilih berkarir di luar negeri, karena kurangnya dukungan dari negeri sendiri.

Mewujudkan mimpi ‘Silicon Valley’ Indonesia rasanya mustahil, selama negeri ini masih dicengkeram kapitalisme. Alih-alih mendatangkan kemaslahatan bagi rakyat, proyek investasi berdalih teknologi ini justru berpotensi mendatangkan mudarat. Tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi berpotensi kerugian yang besar jika mangkrak. Proyek ini juga makin mengokohkan hegemoni kapitalis global atas negeri ini. Kembali rakyat lagi yang dirugikan.

Selain itu, mewujudkan mimpi ‘Silicon Valley’ Indonesia semestinya tidak hanya bervisi dunia, tetapi juga bervisi akhirat. Kedua visi ini dapat diwujudkan dalam sebuah sistem yang sahih dan mumpuni, sehingga dapat mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Sistem ini adalah sistem Islam yang dibangun di atas pondasi ruhiah, yakni ketakwaan kepada Allah Swt.

1 2Laman berikutnya
Back to top button