Minuman di Peradaban Islam
Malu kita dengan orang Jerman yang serius mengembangkan teknologi miras. Hal di luar dugaan justru kopi.
Walaupun biji kopi ditemukan di Ethiopia, tetapi budi daya kopi di perkebunan ada di Yaman, sejak abad ke-6 Hijriyah (abad 13 M). Kopi konon ditemukan Syekh Asy-Syazili, seorang wali yang makamnya dianggap keramat di Mocha (Mukha, Yaman Selatan).
Kopi lalu menjadi minuman penting, setelah orang Arab menemukan cara yang pas menyajikannya. Sebelumnya, kopi dinikmati tidak dengan diseduh, dimakan dengan cara dibungkus lemak binatang. Kopi akhirnya menjadi minuman populer orang Islam.
Konon di mana ada dakwah baik di wilayah Turki, Balkan, Afrika maupun Asia, kopi ikut terkenal. Lalu, timbul pelabelan, kopi itu minuman orang Islam.
Dari kebiasaan ngopi beberapa komunitas tarekat di abad ke-14 M, beberapa orde sufi menyajikan kopi terbaik guna menarik jamaah mendatangi acara mereka di malam hari. Para pelancong mampir ke Yaman dalam perjalanan haji, tertarik dengan kebiasaan itu.
Budaya minum kopi mengalami inovasi sehingga perlahan menjadi alternatif dari kebiasaan minum khamar yang belum sepenuhnya lenyap.
Inovasi ngopi ini akhirnya menciptakan komunitas mengasyikkan, menjelang shalat malam. Menurut Claudia Rosen, orang Eropa baru menikmati harumnya kopi di abad ke-17 ketika pada 1615 pedagang Venesia membawa kopi ke Eropa. Kopi menggebrak seisi benua itu.
Di Italia, gereja sempat menghawatirkan beredarnya minuman “temuan pahit setan” dan meminta Paus Clament VIII larangannya. Namun, Paus justru terkesan dengan cita rasa kopi. Baginya, sayang sekali jika kopi hanya menjadi minuman eksklusif Muslim.
Sejak itu, kopi tak terbendung lagi di Eropa bahkan dunia. Sayangnya, merek kopi dan rumah kopi yang mendunia seperti Starbucks, bukan dari negeri Islam. Padahal biji kopinya ditanam di dunia Islam.
Lagi-lagi, umat Islam tertantang untuk terus mengembangkan minuman halal dengan teknologi yang tidak menjajah tetapi justru membebaskan dunia dari penjajahan. []
FAHMI AMHAR, Anggota Ikatan Alumni Program Habibie dan Alumni Universitas Teknologi Wina Austria
Sumber: Republika.co.id