OPINI

Miris, Rezim Korporatokrasi Liberalisasi Seksual

Kalau kita amati bagaimana pergerakan LGBT yang begitu mudahnya berkembang nampak bahwa proses tata kelola negara sampai sekarang ini lebih banyak ditentukan oleh peran-peran “private sector”, kelompok atau kekuatan bisnis. Wajar jika mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas mengatakan bahwa Indonesia menerapkan sistem korporatokrasi.

Maka tak heran, jika ada dukungan kepada LGBT yang sangat besar berasal dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan bisnis berbalut slogan kesetaraan dan hak asasi manusia (HAM). Mereka tak mau berfikir akan kerusakan generasi yang akan terjadi akibat perilaku yang merusak ini. Namun, kerusakan yang nyata tersebut justru dibiarkan oleh negara. Penguasa negeri ini seolah memberikan jalan bagi liberalisasi seksual untuk terus merusak kehidupan bangsa. Inilah kondisi yang terjadi karena agama dibuang dari kehidupan sehingga moralitas diabaikan.

Maka, akar persoalan utama adanya ketimpangan dalam memandang sesuatu apakah Haq atau bathil adalah akibat kapitalisme-sekuler. Sistem ini tidak pernah memperhatikan halal atau haram, tapi yang ditonjolkan adalah asas manfaat. Akibatnya, hukum ada dan dibuat sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka. Hukum bisa diperjualbelikan atas nama uang. Sesuatu yang salah dianggap benar sedang sesuatu yang benar terus diframing sebagai suatu kesalahan dan ancaman. Contoh nyata adalah islamophobia yang terus digencarkan pemerintah atas nama deradikalisasi.

Demokrasi juga memberikan ruang bagi kebebasan berperilaku, kebebasan seksual, lesbianisme, homoseksual dan sebagainya atas nama hak asasi manusia. Kebebasan perilaku itu menyebabkan kehancuran rumah tangga, merebaknya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS yang mematikan, kemudian menyebabkan ketidakjelasan nasab, hingga ancaman kerusakan generasi yang luar biasa. Hal ini akan menjadi ancaman manusia di seluruh dunia.

Dengan adanya kerusakan yang nyata tersebut, seharusnya menjadikan kita tersadarkan untuk kembali kepada aturan Allah SWT, sang penguasa alam. Allah Swt. telah mengingatkan kita dengan firman-Nya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS: Ar Ruum: 41).

Berbeda dengan kapitalisme-sekuker, Islam justru menuntun negara menjadi penjaga moralitas. Mewajibkan aturan Islam diterapkan secara menyeluruh sebagai pijakan/ukuran baik-buruk yang harus diadopsi oleh semua pihak. LGBT jelas perbuatan yang rusak serta menimbulkan kerusakan. Perbuatan homoseksual juga dijelaskan sebagai perbuatan yang wajib dihindari karena dikhawatirkan akan mendatangkan azab Allah SWT.

Tidakkah cukup kisah azab yang diturunkan Allah SWT kepada kaum nabi Luth menjadi pelajaran? Tidakkah cukup berbagai kisah umat sesudahnya yang dihancurkan oleh Allah SWT akibat perbuatan homoseks tersebut membuat kita bertaubat ? Maka sudah seharusnya kita memutus penyebaran perilaku LGBT dengan dakwah agar mereka kembali kepada Islam. Lebih dari itu, gerakan global dari LGBT hanya bisa dihadang dengan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai negara. Wallahu A’lam bishshawaab.

Ifa Mufida
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button