Mr Kasman Singodimedjo dan Pencoretan Tujuh Kata Piagam Jakarta
Kasman tidak berhasil menjadi seorang dokter sebagaimana cita-citanya. Namun ia bertekad masuk ke RHS untuk menjadi ahli hukum. Karena itu ia berhenti sekolah selama setahun untuk mengumpulkan biaya masuk RHS. “Dengan izin Allah, setelah melalui masa kuliah selama lima tahun akhirnya pada tanggal 26 Agustus 1939 saya tamat dari RHS dengan mendapat title Meester in de Rechten (Mr) untuk bagian Sosiologis Ekonomis dengan ijazah yang memuaskan,” kata dia.
Saat JIB menerbitkan majalah “Het Liicht” atau nama lainnya “An-Nur”, Kasman banyak menulis dengan topik seputar agama. Mohammad Roem, adik kelasnya di STOVIA, mengakui kemahiran Kasman dalam bidang ini. Harap maklum sejak di Magelang ia sudah berguru kepada tokoh-tokoh Muhammadiyah. Kemudian saat di Batavia ia belajar pada Syekh Ahmad Surkati. Tanya jawab antara Kasman dengan Syekh Ahmad Surkati itu kemudian dimuat dalam majalah Az-Zakhirah.
Setelah masa jabatannya di Pengurus Besar JIB selesai pada 1935, Kasman secara resmi aktif di kepengurusan Muhammadiyah. Ia menjadi guru pada AMS, Mualimin, Mualimat, MULO dan HIK yang semuanya bernaung di bawah Muhammadiyah Jakarta. Hingga pada akhirnya ia menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Jakarta sekaligus Koordinator Muhammadiyah Wilayah Jakarta, Bogor dan Banten.
Kasman adalah seorang Muhammadiyah tulen. Sejak dibina pada 1921 di Magelang, ia mengaku belum pernah absen di Muhammadiyah. Dari anggota biasa kemudian meningkat menjadi guru dan dai, kemudian Ketua Muhammadiyah Jakarta hingga menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertahun-tahun. “Ya, pernah saya masuk tahanan penjara Hindia Belanda berbulan-bulan di Bogor karena membela Muhammadiyah.”
Kasman juga tekun berkantor di Jalan Menteng Raya 62 Jakarta. Dalam setiap rapat dan pertemuan, ia selalu hadir dari awal hingga selesai.
Peristiwa Pencoretan Tujuh Kata
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan Jumat Legi, 9 Ramadhan 1364 H diperoleh atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Bukan perjuangan yang pendek, tetapi merupakan puncak keberhasilan dari perjuangan yang panjang, yang diawali sejak zaman Wali Songo dan dilanjutkan para ulama dan santri hingga Proklamasi Kemerdekaan.
Saat Soekarno membacakan teks proklamasi di rumahnya, Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta, Kasman yang saat itu menjabat Komandan (Daidanco) PETA Jakarta tengah berada di Bandung. Urusan Jakarta telah ia serahkan kepada Cudancho Latief Hendraningrat. Jumat pagi itu, Kasman masih berbicara dengan para Daidancho yang menyetujui gagasannya untuk tidak menyerahkan senjata kepada Jepang. Di antaranya adalah Daidancho Sudirman dari Purwokerto (Guru Muhammadiyah yang kelak menjadi Panglima Besar TNI).
Kasman mengaku baru tahu jika proklamasi telah dibacakan pada pukul 11 siang. Ia kemudian memberitahukan kabar gembira itu kepada para Daidancho yang masih ada dan juga pada kerabatnya di Bandung. Kasman tiba di Jakarta, pada 18 Agustus 1945 sekitar pukul 05.00 pagi.
Hari bersejarah bagi Kasman dan juga bagi bangsa Indonesia hari ini adalah, Sabtu, 18 Agustus 1945. Saat sedang melakukan briefing pasukannya, Kasman menerima panggilan dari Soekarno sebagai Ketua PPKI yang menyuruhnya datang ke Pejambon. Hari itu PPKI mengadakan rapat.