RESONANSI

Mr Kasman Singodimedjo dan Pencoretan Tujuh Kata Piagam Jakarta

Tiba di Pejambon, kata Kasman, kondisi di sana sedang ramai-ramainya dilakukan lobi antar-anggota PPKI. Ia tahu, materi serius yang dibincangkan itu adalah tentang adanya permintaan penghapusan tujuh kata dari Piagam Jakarta, “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Menurut Ridwan Saidi dalam bukunya “Piagam Jakarta Tinjauan Hukum dan Sejarah”, rapat PPKI yang semula dijadwalkan pukul 09.30  diundur hingga pukul 11.30. Hal ini disebabkan Soekarno terlibat perdebatan dengan tokoh pemuda mengenai susunan keanggotaan PPKI. Akhirnya, Soekarno menyetujui tambahan enam anggota, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hajar Dewantoro, Mr. Kasman Singodimedjo, Sayoeti Melik, Koesoema Soemantri dan Mr Achmad Soebarjo. Dari enam orang anggota tambahan itu, menurut Prawoto Mangkusasmito, yang merupakan eksponen golongan Islam hanya satu, yakni Mr. Kasman Singodimedjo. (lihat SU Bajasut dan Lukman Hakiem, Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito, hlm. 396).

Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya “Piagam Jakarta 22 Juni 1945” mengatakan, jeda waktu dua jam itu ternyata menjadi suatu yang teramat penting bagi sejarah Indonesia umumnya, dan bagi sejarah konstitusi Indonesia khususnya.

Dalam pidato pembukaan, Soekarno menekankan arti historik saat ini, dan mendesak agar panitia Persiapan bertindak “dengan kecepatan kilat”, dan mengingatkan para anggota agar tidak bertele-tele dalam masalah detail, tetapi memusatkan perhatian mereka hanya pada garis besar saja.

Agenda pagi itu terbatas hanya untuk membicarakan beberapa perubahan penting dalam Pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar. Hatta dipersilakan untuk menyampaikan empat usul perubahan:

1. Kata “Mukaddimah” diganti dengan kata “Pembukaan.”

2. Dalam Preambul (Piagam Jakarta), anak kalimat “Berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

3. Pasal 6 ayat 1, “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, kata-kata “dan beragama Islam” dicoret.

4. Sejalan dengan perubahan yang kedua di atas, maka Pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button