RESONANSI

Nasib Tiga Benih Reformasi 1998 di Tanah Gersang

Hidup segan, mati tak mau, bagaikan kerakap tumbuh di batu itulah falsafah yang sesuai untuk masa ini.

Bagaikan anak ayam yang kematian induk akibat disambar elang yang jahat, zalim dan kejam.

Bagaikan timun bongkok yang masuk karung tapi tidak diperhitungkan, datangnya tidak menambah, perginya tidak mengurangkan.

Sepintas kita akan berpikir, pantas saja bangsa ini dijajah ratusan tahun lamanya, sedangkan mental terjajah itu masih wujud jelas dan nyata hingga ke hari ini.

Bangsa yang merdeka jiwa dan raga, memiliki harga diri, maruah dan jati diri dengan idealisme, integritas semakin susah ditemui.

Bahkan tokoh yang dulu saya kagumi dan harapkan menjadi pondasi perubahan bangsa ini menjadi syuĆ¹l khatimah yang tidak saya hargai lagi.

Terjajah atau mintak dijajah akibat tersandara oleh logik tahayul mitos dedemit yang sekan menjadi tuhan baru dalam negeri.

Akibatnya Negara dan Bangsa akan berjalan seperti orang mabuk yang melangkah selangkah ke hadapan tetapi mundurnya dua langkah ke belakang.

Patutlah bertanya kerbau ke pedati, lamakah lagi tempat tujuan, penat berjalan tak sampai jua

Tiga produk reformasi yang diharapkan akan membawa islah, perubahan spektakuler dan mendasar ke arah yang lebih baik bangsa ini nampaknya semakin jauh panggang dari api.

Tanyalah apa saja reform perubahan spektakuler islah yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah yang spektakuler selama ini?

Adakah daerah yang kaya sumber alamnya yang bangkit menjadi kekuatan ekonomi baru dalam negara?

Keputusan MK tentang hasil pemilihan Presiden menurut banyak pihak juga tidak sejalan dengan ruh dan semangat serta cita-cita reformasi 1998 yang telah diperjuangkan anak bangsa melalui keringat, darah dan nyawa.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button